KataKunci: Tafsir Al-Baghawi, Metodologi, Kelebihan dan Kekurangan. Al-Quran selalu mendapat perhatian yang besar dari umat Islam di setiap masa. "Metode Tafsir [Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna atau Corak Mufassirin]." Jurnal Al-Mawarid, Edisi 18 (2008). Abd al-Ghafur, 'Affaf. "al-Baghawiy wa Manhajuhu fi al-Tafsir
MetodePenyajian Dan Corak Tafsir. Pages: 1 - 17. Al-Qur'an adalah firman Allah yang turun kepada manusia sebagai pedoman hidup, namun tidak semua orang bisa memahami Al-Qur'an dengan mudah, oleh sebab itu, muncullah para mufassir (ahli tafsir) yang mencoba mempermudah cara kita untuk.
CORAKDAN METODE PENAFSIRAN AL-QUR'AN (open Ended), Untuk Dipahami Di Tafsirkan Dan Di Ta'wilkan Dalam Prespektif Metode Tafsir Maupun Prespektif Dimensi-dimensi Atau Tema-tema Kehidupan Manusia Dari Sini Mencullah Ilmu-ilmu Untuk Mengkaji Al-Qur'an Dari Berbagai Aspeknya (asbab Al - Nuzul, Filologi Tradisi Dan Substansi) Termasuk Di
Berbagaimetode penafsiran Al-Qur'an berkembang, mulai tafsir yang penafsirannya didasarkan atas sumber ijtihad, pendapat para ulama, dan berbagai teori pengetahuan yang teori semacam ini dikenal dengan metode Bil Ra'yi dan Bil Ma'tsur.Di samping itu juga ada mufassir yang memadukan dua bentuk metode di atas, yaitu dengan cara mula-mula mencari sumber penafsiran Al-Qur'an, Al-Hadits
Jikaditinjau dari aspek coraknya, maka studi tafsir al-Qur'an diklasifikasikan menjadi banyak macamnya. Para ulama berbeda pendapat mengenai klasifikasi corak tafsir al-Qur'an. Selain menambah atau mengurangi jumlah kategori corak tafsir, ada juga yang tumpang- tindih dengan kategori dalam klasifikasi yang lain.
Denganlatar belakang pemikiran di atas, maka masalah pokok yang akan dibahas dalam makalah ini adalah menyangkut berbagai metode yang digunakan mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an. Dan lebih ditekankan pada pengertian metode dengan kosakata yang berkaitan dengan metode tafsir seperti metode, aliran, cara, orientasi, dan corak.
Darisegi metode sejauh ini dikenal ada empat metode penafsiran yaitu ijmĂąli, ta h lĂźli, muqĂąrin dan mau dh Ă»'i. Metode ijmĂąli adalah motode yang paling awal muncul karena sudah digunakan sejak Nabi dan para sahabat. Nabi dan para sahabat dalam menafsirkan Al-Qur'an tidak memberikan rincian yang detail, hanya secara ijmĂąli atau global.
Metodedan Corak Tafsir Al-Iklil - PKTQ Central Library I No. 1 Dunia Perpustakaan Digital Kajian Tafsir Nusantara Cari di sini Metode dan Corak Tafsir Al-Iklil Anamfal Maret 21, 2021 Faisal Hilmi , Karya Pengurus dan Anggota PKTQ , Misbah bin Zainul Mustofa , Rekomendasi , Skripsi , Tafsir Al-Iklil , Tafsir Jawa , Tafsir Nusantara , UIN Jakarta
Berdasarkanhal f 2 itu salah satu ulama tafsir yakni Abd al-Hayy al-Farmawi menyebutkan bahwa ada empat macam metode dalam tafsir Al-Qur'an. Sedangkan corak penafsiran berdasarkaan isi ayat Al-Qur'an, dapat ditemukan beberapa corak penafsiran yaitu diantaranya seperti tafsir falsafi, tarbawi, akhlaqi, dls.
Bentukbentuk pengungkapan kata qala dalam tafsir Nurul Huda yang menyesuaikan pada nila-nilai budaya Madura adalah, ngocak, mator dan 2 Imam Muhsin, Tafsir al- Qur'an dan Budaya Lokal: Studi Nilai-Nilai Budaya Jawa dalam Tafsir al-Huda karya Bakri Syahid t.k.: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2010, 235.
tafsirsebagai hasil karya manusia, terjadi keanekaragaman metode dan corak penafsiran, baik perbedaan misi yang diemban, perbedaan latar belakang ilmu yang dimiliki, situasi dan kondisi dan sebagainya. Sehingga bila diamati setiap mufassir yang ada, mereka memiliki kecendrungan, metode dan corak yang berbeda.
corakini (social kemasyarakatan) adalah suatu cabang dari tafsir yang muncul pada masa modern ini, yaitu corak tafsir yang berusaha memahami nash-nash al-qur'an dengan cara pertama dan utama mengemukakan ungkapan-ungkapan al-qur'an secara teliti, selanjutnya menjelaskan makna-makna yang dimaksud oleh al- qur'an tersebut dengan gaya bahasa yang
IllustrasiTafsir. Foto: Adobe Stock. 1. Tafsir bil Ma'tsur/Tafsir Riwayah. Ini adalah metode menafsirkan Alquran dengan Alquran, hadits, atau perkataan para sahabat. Alasannya, para sahabat mendengar penjelasan langsung dari Rasulullah SAW dan merupakan saksi atas turunnya ayat-ayat Alquran.
1 Metode Tahlili (Analitik) Diantara kekurangan dari Metode Tafsir Tahlili (Tafsir Tematik) adalah: Ayat-ayat Al-Quran seolah-olah menjadi bertentangan., Kadang-kadang penafsiran dengan Metode ini dapat menimbulkan kontradiksi. Hal ini dapat menimbulkan praduga bahwa Al-Quran tidak konsisten dalam memberikan petunjuk.
METODE CORAK, DAN PENAFSIRAN FÄH}ISYAH DALAM TAFSIR AL-IBRÄȘZ KARYA K.H. BISRI MUSTOFA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir (IQT) Fakultas Agama Islam Oleh: NUUR KHANIFAH ZAHROH G100170024 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR FAKULTAS AGAMA ISLAM
rSdD. ArticlePDF Available AbstractTulisan ini mengkaji tentang metode, pendekatan dan corak tafsir Alquran. Adapun metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode deskriptif-analisis. Tulisan ini bertujuan untuk mengupas dan menganalisa tentang metode, pendekatan dan corak dalam tafsir Alquran. Tulisan ini menyimpulkan bahwa; pertama, metode tafsir adalah suatu cara, langkah-langkah, ataupun kerangka yang harus ditempuh ketika melakukan penafsiran Alquran, sehingga dalam hal ini terdapat beberapa metode penafsiran Alquran, yaitu; metode tafsir tahlili, ijmali, muqaran, maudhuâiy dan hermeneutika. Kedua; pendekatan tafsir adalah sudut pandang dari prosesnya tafsir akan membuahkan corak, sehingga antara pendekatan dan corak tafsir itu saling keterkaitan antara keduanya. Adapun pendekatan dalam tafsir adalah pendekatan tekstual, kontekstual, bahasa, historis dan sosio-historis. Ketiga; corak tafsir adalah suatu nuansa, dominasi, warna ataupun kecenderungan pemikiran atau ide yang mendominasi suatu karya tafsir dan yang termasuk kepada corak tafsir Alquran adalah corak falsafi, fiqhi, sufi, ilmi, adabi al-ijtimaâiy. ABSTRACT This paper examines the methods, approaches and styles of interpretation of the Koran. The method used in this paper is descriptive-analysis method. This paper aims to analyze and analyze the methods, approaches and patterns in the interpretation of the Koran. This paper concludes that; first, the method of interpretation is a method, steps, or framework that must be taken when interpreting the Koran, so that in this case there are several methods of interpreting the Koran, namely; the methods of interpretation of tahlili, ijmali, muqaran, maudhu'iy and hermeneutics. Second; the interpretive approach is the point of view of the interpretation process which will produce a style, so that the approach and style of interpretation are interrelated between the two. The approaches to interpretation are textual, contextual, linguistic, historical and socio-historical approaches. Third; Tafsir style is a nuance, domination, color or tendency of thoughts or ideas that dominate a work of interpretation and which is included in the interpretation of the Koran are philosophical, fiqhi, sufi, 'ilmi, adabi al-ijtima'iy features. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Volume 03 Nomor 01, Juni 2020 202003 01Kisah dalam Al-Qurâan Studi Kitab MadkhalIla Al-Quran al-Karim Karya MohammedAbed Al-JabiriEdi Hermanto, Nurfajriyan, Afriadi Putra, Ali AkbariSusur Galur Tarekat Naqsabandiyah diKepulauan Riau Berdasarkan Kitab Kaifiyah Al-Dzikir Ala Tha-RÄ«qah An-Naqsabandiyah Al-Mujaddidiyah Al-AhmadiyahMuhammad FaisalIslamic Branding dan Religiusitas SertaPengaruhnya Terhadap KeputusanPembelian oleh Konsumen pada SwalayanAl-Baik Kota TanjungpinangMuhammad Ilham dan FirdausPeranan Persatuan Muballigh Batam PMBTerhadap Toleransi Beragama di KotaBatam Kepulaun RiauFauziManuskrip Al-Quran Pulau Penyengat SebagaiKhazanah Mushaf Al-Quran di KepulauanRiauDian RahmawatiKajian Terhadap Tafsir Metode,Pendekatan dan Corak Dalam MitraPenafsiran Al-QurâanUmmi Kalsum HasibuanReligiusitas Masyarakat Tanjung SebaukMenurut Islam Perspektif SosiologiAgamaJoko WibowoPemetaan Konflik Sosial dan PahamRadikal Sebagai Suatu Keniscayan di Batam Provinsi KepulauanKhairuddin Said dan PauziISSN O 2655-6626 ISSN P 2656-7202 Ummi Kalsum H Kajian Terhadap Tafsir Perada Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 2, No. 1, Juni 2019 61Perada Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu ISSN 2656-7202 P ISSN 2655-6626 O Volume 3 Nomor 1, Januari-Juni 2020 DOI KAJIAN TERHADAP TAFSIR METODE, PENDEKATAN DAN CORAK DALAM MITRA PENAFSIRAN AL-QURâAN Ummi Kalsum Hasibuan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Ummi220896 ABSTRAK Tulisan ini mengkaji tentang metode, pendekatan dan corak tafsir Alquran. Adapun metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode deskriptif-analisis. Tulisan ini bertujuan untuk mengupas dan menganalisa tentang metode, pendekatan dan corak dalam tafsir Alquran. Tulisan ini menyimpulkan bahwa; pertama, metode tafsir adalah suatu cara, langkah-langkah, ataupun kerangka yang harus ditempuh ketika melakukan penafsiran Alquran, sehingga dalam hal ini terdapat beberapa metode penafsiran Alquran, yaitu; metode tafsir tahlili, ijmali, muqaran, maudhuâiy dan hermeneutika. Kedua; pendekatan tafsir adalah sudut pandang dari prosesnya tafsir akan membuahkan corak, sehingga antara pendekatan dan corak tafsir itu saling keterkaitan antara keduanya. Adapun pendekatan dalam tafsir adalah pendekatan tekstual, kontekstual, bahasa, historis dan sosio-historis. Ketiga; corak tafsir adalah suatu nuansa, dominasi, warna ataupun kecenderungan pemikiran atau ide yang mendominasi suatu karya tafsir dan yang termasuk kepada corak tafsir Alquran adalah corak falsafi, fiqhi, sufi, ilmi, adabi al-ijtimaâiy. ABSTRACT This paper examines the methods, approaches and styles of interpretation of the Koran. The method used in this paper is descriptive-analysis method. This paper aims to analyze and analyze the methods, approaches and patterns in the interpretation of the Koran. This paper concludes that; first, the method of interpretation is a method, steps, or framework that must be taken when interpreting the Koran, so that in this case there are several methods of interpreting the Koran, namely; the methods of interpretation of tahlili, ijmali, muqaran, maudhu'iy and hermeneutics. Second; the interpretive approach is the point of view of the interpretation process which will produce a style, so that the approach and style of interpretation are interrelated between the two. The approaches to interpretation are textual, contextual, linguistic, historical and socio-historical approaches. Third; Tafsir style is a nuance, domination, color or tendency of thoughts or ideas that dominate a work of interpretation and which is included in the interpretation of the Koran are philosophical, fiqhi, sufi, 'ilmi, adabi al-ijtima'iy features. Keywords Alquran, interpretation, methods, approaches, patterns. Ummi Kalsum H Kajian Terhadap Tafsir Perada Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 2, No. 1, Juni 2019 62PENDAHULUAN Alquran merupakan Kalam Allah SWT yang Muâjiz, dipahami oleh Jibril kemudian disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW dalam bahasa Arab, ditulis dalam mushaf, mendapat pahala apabila membacanya, diriwayatkan secara mutawwatir, diawali dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas. Alquran diturunkan sebagai pedoman, pegangan dan petunjuk bagi manusia untuk mencapai kebahagian dunia dan Alquran banyak mengemukakan pokok-pokok, prinsip-prinsip serta aturan dalam kehidup-an, baik hubungan antara manusia dengan sang Khaliq-Nya maupun hubungan antara sesama manusia. Kandungan dan isi dari Alquran tersebut dapat dijadikan bukti bahwa Alquran adalah kitab yang berwawasan luas, karena ayat-ayatnya menghimpun seluruh persoalan yang ada di alam semesta Sebagai sumber pokok ajaran Islam, Alquran tiada henti-hentinya dikaji secara terus menerus, sehingga muncul ungkapan bahwa mempelajari Alquran adalah sebuah Kemudian menjadikan Alquran sebagai pedoman hidup, maka perlu pemahaman atau penjelasan yang benar, tetapi untuk mencapai pemahaman yang benar itu tidaklah mudah, sebab diperlukan suatu penafsiran. Ilmu tafsir ialah ilmu untuk memahami tentang Alquran al-Karim yang diturunkan kepada Muhammad dari segala aspek penjelasan maknanya, pengistinbatan 1Rusydi, Ulumul Qurâan I, Padang IAIN-IB Press, 1999, hlm. 15 2Yusuf al-Qardhawi, Berinteraksi dengan al-Qurâan, Penerjemah Abdul Hayy al-Khattani, Jakarta Gema Insani Press, 1999, hlm. 14 3M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qurâan, Fungsi Peranan Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat,Bandung Mizan, 1997, hlm. 33 pengambilan, hukum dan Secara umum Islam berpandangan bahwa kajian terkait Ilmu Tafsir merupakan salah satu ilmu yang paling mulia dan paling baik. Hal ini dapat di pahami dari perintah Allah SWT untuk merenungkan dan memikirkan kandungan makna-makna Alquran sebagai petunjuk keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Adapun kajian ilmu tafsir berkaitan dengan metode, pendekatan, dan corak merupakan suatu pokok bahasan terpenting untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian pembicaraan mengenai penafsiran ayat-ayat Alquran tidaklah terlepas dari suatu metode, pendekatan dan corak yang terdapat dalam kajian tafsir. Sebab ketika para penafsir ingin menggali dan memahami ayat-ayat Alquran tersebut perlu menguasai hal demikian ketika memahami kandungan ayat-ayat Alquran secara mendalam. Seiring dengan berkembangnya zaman saat ini maka perlulah penguasaan terhadap metode, pendekatan dan corak tafsir Alquran. Sebab apabila tidak menguasai hal tersebut, sulit digambarkan suatu penafsiran itu terbebas dari kejanggalan maupun Dalam pembahasan kali ini penulis akan mencoba membahas tentang metode, pendekatan, dan corak tafsir Alquran. EPISTEMOLOGI TAFSIR Tafsir Metode berasal dari bahasa Yunani methodos berarti cara atau jalan. Istilah bahasa Inggris dari kata metode adalah 4Jalaludin Abd al-Rahman al-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum al-Qurâan, Beirut Dar al-Maârifah, 1978, Jil. II, hlm. 222-223 5Abd Muin Salim, Metodologi Ilmu Tafsir, Yogyakarta Teras, 2005, hlm. 137 Ummi Kalsum H Kajian Terhadap Tafsir Perada Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 3, No. 1, Juni 2020 method kemudian bangsa Arab menerjemahkannya dengan kata thariqat dan manhaj. Sementara dalam bahasa Indonesia metode adalah suatu cara yang tersusun secara teratur dan terpikir baik-baik dalam mencapai suatu yang dimaksud; cara kerja yang bersistem untuk mendapatkan atau memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai suatu yang Dapat disimpulkan bahwa metode adalah suatu cara yang teratur dan terpikirkan secara baik-baik untuk mencapai kepada suatu pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan oleh Allah SWT di dalam ayat-ayat Alquran yang di turunkan-Nya kepada nabi Muhammad SAW. Adapun yang dimaksud dengan metodologi tafsir adalah ilmu tentang metode menafsirkan Alquran. Dengan kedua istilah tersebut dapat dibedakan, yakni metode tafsir adalah cara-cara menafsirkan Alquran sedangkan metodologi tafsir adalah ilmu mengenai cara tersebut atau pembahasan ilmiah tentang metode-metode penafsiran Jadi, dalam pembahasan mengenai metode tafsir ini terdapat beberapa metode penafsiran Alquran yang masih umum digunakan oleh para ulama tafsir. Sebagaimana Abd al-Hayy al-Farmawi menyebutkan bahwa terdapat empat macam metode penafsiran Alquran, yaitu; metode tafsir tahlili, metode tafsir Ijmali, metode tafsir maudhuâi, metode tafsir Muqaran. Penulis akan mencoba membahas 6Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Qurâan, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2011, hlm. 54 7Ibid, hlm. 55 keseluruhan metode tersebut sebagai berikut8 1. Metode Tahlili Analitis Secara harfiah tahlili berarti lepas atau Maksud dari metode tafsir tahlili adalah suatu metode menafsirkan ayat-ayat Alquran secara detail, rinci, jelas atau metode penafsiran ayat-ayat Alquran dilakukan dengan cara memaparkan dan mendeskripsikan makna-makna yang terkandung dalam ayat-ayat Alquran dari berbagai segi dan mengikuti urutan yang terdapat dalam mushaf itu sendiri dan mengandung analisis di dalamnya ketika menafsirkan ayat-ayat Penjelasan terkait makna-makna ayat tersebut bias menjelaskan makna kosakata, munasabah ayat maupun surat, susunan kalimatnya, asbab al-nuzul dan tidak lupa pula berbagai pendapat-pendapat para sahabat, tabiâin maupun pendapat mufasir lainnya. Dalam metode tafsir tahlili ini terdapat suatu kecenderungan para penafsir ketika hendak menafsirkan suatu ayat, yakni berupa al-tafsir bi al-maâtsur, al-tafsir bi al-raâyi, al- tafsir al-shufi, al-tafsir al-falsafi, al-tafsir al-adabi al-ijtimaâiy, al-tafsir al-fiqhi, al-tafsir al- Adapun contoh kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode tafsir tahlili adalah; Kitab Jamiâ al-Bayan fi Tafsir al-Qurâan karya Ibnu Jarir al-Thabari w. 8Abd al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhuâiy, Suatu Pengantar, Terj. Suryan A. Jamrah, judul asli, Al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhuâiy Dirasah Manhajiah Mawdhuâiyah, Jakarta Raja Grafindo Persada, 1994, hlm. 7 9Muhammad Amin Suma, Ulumul Qurâan, Jakarta Rajawali Pers, 2013, hlm. 379 10Abd Muin Salim, Metodologi Ilmu Tafsir, hlm. 41 11Ibid, hlm. 42 Ummi Kalsum H Kajian Terhadap Tafsir Perada Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 2, No. 1, Juni 2019 310 H/ 922 M, terdapat 15 jilid dengan jumlah halaman sekitar 7125, Kitab Tafsir al-Qurâan al-Azhim karangan al-Hafizh Imam al-Din Abi al-Fidaâ Ismaâil bin Katsir al-Quraisyi al-Dimasyqi w. 774 H/ 1343 M, kitabnya berjumlah 4 jilid dengan sekitar 2414 halaman termasuk 58 halaman sisipan ilmu tafsir pada jilid terakhir dan Kitab Adhwaâ al-Bayanfi Idhah al-Qurâan bi al-Qurâan disusun oleh Muhammad al-Amin bin Muhammad al-Mukhtar al-Jakani al-Syanqithi dalam 10 jilid dengan 6771 Kemudian setelah penjelasan mengenai pengertian dan beberapa kitab tafsir yang menggunakan metode tafsir tahlili ini, maka metode tafsir tahlili terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan dalam menafsirkan ayat Alquran. Di antara kelebihan metode ini adalah mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas ketika memahami Alquran dan mampu memuat berbagai ide maupun gagasan dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran. Adapun kekurangan dari metode tahlili ini adalah 1 membuat petunjuk Alquran bersifat parsial atau terpecah-pecah, sehingga seakan-akan terlihat bahwa Alquran memberikan pedoman secara tidak utuh, tidak mendalam dan tidak pula konsisten sebab penafsiran yang diberikan pada suatu ayat berbeda dari penafsiran yang diberikan pada ayat-ayat lain yang sama dengannya. Dengan terjadinya perbedaan tersebut, disebabkan kurangnya memperhatikan ayat-ayat lain yang mirip atau sama 12Muhammad Amin Suma, Ulumul Qurâan, Jakarta Rajawali Pers, 2013, hlm. 380 dengannya;13 2 Menggunakan penafsi-ran secara subjektif, sehingga dapat memberikan peluang yang luas bagi mufasir untuk menyampaikan ide-ide dan pemikirannya;14 3 masuknya pemikiran israiliyat, dan biasanya bersifat kisah-kisah ataupun cerita-cerita. 2. Metode Tafsir Ijmali Global Metode tafsir ijmali adalah memahami dan menjelaskan makna-makna yang terkandung dalam ayat-ayat Alquran secara ringkas, umum dan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti maupun gaya bahasa yang populer digunakan kemudian juga enak ketika membacanya. Sistematikanya mengikuti urutan surah Alquran sehingga makna-maknanya pun saling Kitab-kitab tafsir yang termasuk dalam metode tafsir global, di antaranya; Tafsir al-Jalalain karangan Jalaluddin al-Suyuthiy, kitab Tafsir al-Qurâan al-Karim karya Muhammad Farid Wajdi dan Kemudian dalam metode tafsir global ini terdapat kelebihan dan kekurangan, di antara kelebihannya adalah a Metode tafsir ijmali ini merupakan metode yang lebih praktis, ringkas dan mudah untuk dipahami. Sehingga pemahaman terhadap Alquran nya pun tidak bertele-tele; b Bebas dari pemahaman israiliyat, maksudnya tafsir ijmali ini relatif murni, asli sehingga terbebas dari pemikiran-pemikiran 13Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qurâan, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2012, hlm. 53 14Ibid, hlm. 57 15Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga Ideologi, Jakarta Selatan Khazanah Pustaka Keilmuan, 2003, h. 114 16Ibid. Ummi Kalsum H Kajian Terhadap Tafsir Perada Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 3, No. 1, Juni 2020 israiliyat; c Penafsiran menggunakan metode tafsir Ijmali tersebut akan akrab dengan bahasa Alquran, berarti tafsir ijmali akan terasa sangat singkat dan padat sehingga para pembaca tidak merasakan kalau dia telah membaca suatu kitab tafsir. Selain kelebihan dari tafsir ijmali juga terdapat beberapa kekurangan dari metode tafsir tersebut adalah dapat menjadikan petunjuk Alquran bersifat parsial dan metode ini tidak terdapat ruangan untuk mengemukakan ataupun menjelaskan analisis yang 3. Metode Tafsir Mudhuâi Tematik Maudhuâi secara bahasa berasal dari kata î€î€î î î î»îîŸîî î€î€î€»îîŁ
î€î€î îŸîî€î€î€žî€Ș yang berarti menaruh, meletakkan Sedangkan maudhuâi yang dimaksud adalah yang dibicarakan, judul atau topik, sehingga tafsir maudhuâi berarti penjelasan ayat-ayat Alquran mengenai satu judul atau topik pembahasan tertentu. Jadi, metode tafsir maudhuâi adalah menafsirkan ayat-ayat Alquran tidak berdasarkan atas urutan ayat dan surah yang terdapat dalam mushaf, tetapi berdasarkan topik atau masalah yang akan Definisi lain tentang tafsir maudhuâi yang dikemukakan oleh Musthafa Muslim yaitu îîîŁȘîŁî·ŒîȘîîŻŸîŁČîȘîî
îȘîŁČî€î€€îȘîîŹčîŁ
î€î€îî·îîŁîŁ©îŁî€»îî·»î€îî»î€șî€î€žî€î€žî·ŒîȘîî€îŁî€€îȘîîžî€îîŁ
î°Čî€îîŁČî€î€°î€€îȘîî îîŁî€îŁČî€îŁî·ŒîȘîîŁ
î°îŹčîȘîî€î”îî€î€»îŁČî€îî€îîŁî€»îŁ
î€îî î î«îî€î€ȘîîŁ
î€îŁî”î î îŁ
î¶î îŁ
î€î î°îȘîŁČîŁî€îŁ·îȘî î îŁ
îŁ
î€î€Șî î
îŁ
îŁî€€î îŁîŁœî€žîŁŸîžî îŁîŁî€Ÿî€”îŒî€î€ȘîŁ
îî»îŹŽîŁČîŁî17Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qurâan, hlm. 22 18Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta PT Hidakarya Agung, 1989, hlm. 501 19Kadar M. Yusuf, Studi al-Qurâan, Jakarta Amzah, 2014, âTafsir yang membahas tentang masalah-masalah Alquran al-Karim yang memiliki kesatuan makna atau tujuan dengan cara menghimpun ayat-ayatnya yang terpisah-pisah untuk melakukan penalaran terhadap isi kandungannya menurut cara-cara tertentu guna menjelaskan makna-maknanya dan mengeluarkan unsur-unsurnya serta menghung-hubungkannya antara yang satu dengan yang lain dengan kolerasi yang bersifat konprehensif.â20 Adapun ciri-ciri metode ini adalah lebih menonjolkan tema, judul, atau topik pembahasan. Kemudian, tema-tema yang dipilih akan dikaji secara tuntas dari berbagai aspek sesuai dengan petunjuk dalam ayat-ayat yang akan ditafsirkan. Masalah-masalah yang ada harus dikaji secara tuntas dan menyeluruh agar mendapatkan sebuah solusi dari permasalahan Dalam metode tafsir maudhuâi terdapat beberapa kitab tafsir yang memakai metode ini adalah; kitab al-Tafsir al-Wadhih karya Muhammad Mahmud al-Hijaâi dan kitab al-Marâah fi al-Qurâan karya Abbas Mahmud al-Aqqad. Metode ini terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh oleh mufasir, di antaranya sebagaimana yang dikatakan oleh al-Farmawi adalah sebagai berikut a. Menentukan atau menetapkan masalah atau tema yang akan dibahas. b. Mengumpulkan atau menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan judul, sehingga sesuai dengan kronologi urutan turunnya ayat tersebut. 20Zulheldi, 6 Langkah Metode Tafsir Muadhuâi, Jakarta PT Raja Grafindo Persada, 2017, hlm. 29 21Nashruddin Baidan,Metodologi Penafsiran Al-Qurâan.,hlm. 151 Ummi Kalsum H Kajian Terhadap Tafsir Perada Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 2, No. 1, Juni 2019 c. Menelusuri latar belakang turunnya ayat-ayat yang telah di himpun. d. Meneliti dengan serius terhadap seluruh kata atau kalimat yang digunakan dalam ayat tersebut, yang paling utama mengenai kosakata yang menjadi pokok permasalahan di dalam ayat itu. Kemudian mengkajinya dari segala aspek yang berhubungan dengannya. e. Membahas ataupun mengkaji pemahaman terhadap ayat-ayat itu dari berbagai macam pemahaman aliran maupun pendapat para mufasir, baik mufasir klasik maupun kontemporer. f. Terakhir dikaji secara tuntas dan seksama dengan menggunakan penalaran atau pemikiran yang objektif melalui kaidah tafsir, didukung oleh fakta bila ada dan argumen-argumen dari Alquran, hadis, dan fakta sejarah yang bisa Metode maudhuâi ini memiliki cakupan yang sangat luas, sama halnya dengan metode-metode yang lain. Metode ini juga tidak luput dari kelebihan dan kekurangan. Di antara kelebihan tafsir maudhuâi adalah 1 Dapat menjawab tantangan zaman, berarti Penafsiran dengan metode ini mampu mengatasi perkembangan zaman yang selalu berubah dan berkembang. Sehingga setiap perma-salahan yang muncul dapat dicari sumbernya melalui metode tafsir tematik. 2 Praktis dan sistematis, maksudnya metode tematik ini disusun secara praktis dan sistematis dalam memecahkan permasalahan. Metode 22Ibid, hlm. 152-153 ini sangat cocok dengan kehidupan ummat yang memiliki mobilitas yang sangat tinggi, karena mereka tidak memiliki waktu untuk membaca kitab-kitab tafsir yang besar. Disam-ping itu metode ini dapat menghemat waktu, mengefektifkannya dan meng-efesienkannya. 3 Dinamis, maksud dari metode ini menimbulkan kesan bahwa Alquran selalu mengayomi dan membimbing ummat. Dengan demikian Alquran selalu aktual dan tidak ketinggalan zaman. 4 Membuat pemahaman menjadi utuh, sehingga dengan ditetapkannya judul-judul pembahasan yang akan dikaji, membuat pembahasan menjadi sempurna dan Disamping terdapat beberapa kelebihan tafsir maudhuâi, ternyata juga memiliki beberapa kekurangan, di antara beberapa kekurangannya adalah 1 Memenggal ayat-ayat Alquran, maksudnya adalah metode ini mengambil satu kasus yang terdapat dalam satu ayat atau lebih yang mengandung berbagai macam permasalahan, misanya shalat, zakat dan lain sebagainya. Cara ini terkadang dipandang oleh sebagian ulama tekstualisme dengan kurang sopan, namun jika tidak membawa kerusakan atau kesalahan dalam penafsiran hal ini tidak menjadi masalah. 2 Membatasi pemahaman ayat, dengan adanya penetapan judul dalam penafsiran, maka dengan sendirinya membuat suatu permasalahan jadi 23Samsurohman, Pengantar Ilmu Tafsir, Jakarta Amzah, 2014, hlm. 132-133 Ummi Kalsum H Kajian Terhadap Tafsir Perada Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 3, No. 1, Juni 2020 terbatas sesuai dengan topic itu saja, padahal jika dilihat pada ketentuan Alquran, tidak mungkin ayat-ayat yang ada padanya mempunyai keterbatasan itu tidak mencakup seluruh makna yang 4. Metode Tafsir Muqaran Perban-dingan Secara etimologi muqaran berasal dari kata î
î”îŁ
î€îîŸî
î”îŁ
î€î€»îŸîŁî€î”îŁ
î€î€Ș berarti perbandingan komparatif, menyatukan atau Metode tafsir muqaran adalah pertama; membandingkan nash ayat-ayat Alquran yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi yang beragam dalam dua kasus atau lebih dan memiliki redaksi yang berbeda pada satu kasus yang sama; kedua, memban-dingkan ayat-ayat Alquran dengan hadist Nabi SAW yang pada lahirnya terlihat bertentangan antara keduanya; ketiga, membandingkan berbagai pendapat mufasir dalam menafsirkan ayat Kemudian M. Quraish Shihab mengungkapkan bahwa tafsir muqaran adalah membandingkan ayat-ayat Alquran satu dengan yang lainnya yaitu ayat-ayat yang memiliki persamaan dan kemiripan redaksi dalam dua kasus atau masalah yang berbeda atau lebih. Dan yang lainnya itu memiliki redaksi yang berbeda bagi masalah atau kasus yang sama atau diduga sama, kemudian membandingkan ayat-ayat Alquran dengan hadis Nabi Muhammad SAW yang kelihatan bertentangan, dan yang terakhir membandingkan berbagai 24Ibid, hlm. 135 25Rusydi, Ulum al-Qurâan II, hlm. 88 26Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qurâan,hlm. 65 pendapat ulama tafsir berkaitan dengan penafsiran Dari penjelasan yang dikemukakan M. Quraish Shihab di atas, bahwa defenisinya tersebut lebih umum serta mencakup aspek dalam menafsirkan ayat Alquran. Pendapat lain oleh Abd al-Hayy al-Farmawiy, metode muqaran adalah mengemukakan penafsiran ayat-ayat Alquran yang ditulis oleh sejumlah mufasir. Di mana seorang penafsir menghimpun sejumlah ayat-ayat Alquran, kemudian ia mengkaji dan meneliti penafsiran sejumlah mufassir mengenai ayat tersebut melalui kitab-kitab tafsir mereka, apakah mereka itu penafsir dari generatif salaf maupun khalaf, apakah tafsir bi al-maâtsur atau bi al-raâ Berdasarkan defenisi tafsir muqaran yang telah dikemukakan di atas, maka dari segi objek bahasan metode tafsir muqaran ini memiliki beberapa kategori, serta masing-masingnya itu mempunyai langkah-langkah dalam penerapannya, berikut penjelasannya, yaitu a. Perbandingan ayat Alquran dengan ayat lain Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam perbandingan ayat Alquran dengan ayat lain adalah sebagai berikut 1 Menghimpun dan mengumpulkan ayat-ayat Alquran yang redaksinya bermiripan kemudian diketahui mana yang mirip dan yang tidak. 2 Memperbandingkan antara ayat-ayat yang redaksinya itu mirip, yang membicarakan satu kasus yang sama, 27Rusydi, Ulum al-Qurâan II, hlm. 89 28Abd al-Hayy al-Farmawy, Metode Tafsir Maudhuâiy, Suatu Pengantar, hlm. 30 Ummi Kalsum H Kajian Terhadap Tafsir Perada Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 2, No. 1, Juni 2019 atau dua kasus yang berbeda dalam satu redaksi yang sama. 3 Menganalisis perbedaan yang terkandung di dalam berbagai redaksi yang mirip, baik perbedaan mengenai konotasi ayat, maupun redaksinya seperti berbeda dalam menggunakan kata dan susunannya dalam ayat dan sebagainya. 4 Memperbandingkan antara berbagai pendapat para ulama tafsir tentang ayat yang dijadikan sebagai objek b. Perbandingan Ayat Alquran dengan Hadis Terkait dengan langkah-langkah yang dapat ditempuh pada perbandingan ayat Alquran dengan hadis nabi Muhammad SAW yaitu; 1 Mengidentifikasi dan menghimpun ayat-ayat yang pada lahirnya tampak bertentangan dengan hadis-hadis Nabi SAW baik ayat tersebut memiliki kemiripan redaksi dengan ayat-ayat yang lain ataupun tidak. 2 Memperbandingkan dan menganalisa pertentangan yang ditemukan di dalam kedua teks ayat dan hadis tersebut. 3 Membandingkan antara berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan ayat Alquran dengan hadis tersebut. c. Perbandingan Pendapat Ulama Tafsir Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam menerapkan metode perbandingan pendapat ulama tafsir adalah sebagai berikut 1 Menghimpun sejumlah ayat yang dijadikan sebagai objek studi tanpa 29Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qurâan, hlm. 69 menoleh terhadap redaksinya, mempunyai kemiripan atau 2 Melacak atau menelusuri berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran tersebut. 3 Membandingkan dan menganalisa pendapat-pendapat mereka agar mendapatkan informasi yang berkenaan dengan identitas dan pola berpikir dari masing-masing mufassir, serta kecenderungan dan aliran yang mereka Metode tafsir muqaran merupakan salah satu metode yang digunakan dalam penafsiran ayat-ayat Alquran. Metode ini memiliki cakupan sangat luas karena hal demikian metode muqaran ini tidak luput dari kelebihan dan kekurangan. Di antara kelebihan metode ini adalah sebagai berikut a. Memberikan wawasan penafsiran yang relatif lebih luas kepada pembaca apabila dibandingkan dengan metode-metode lain. Sebab dalam penafsiran terlihat bahwa ayat-ayat Alquran itu dapat ditinjau dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan sesuai keahlian mufasir, sehingga terasa bahwa Alquran itu tidaklah sempit, melainkan sangat luas dan dapat menampung berbagai ide maupun pendapat. b. Selalu bersikap toleran terhadap berbagai pendapat orang lain yang terkadang jauh berbeda dari pendapat seseorang dan tidak mustahil ada yang bertentangan atau kontradiktif. c. Metode muqaran ini sangat berguna bagi masyarakat yang ingin 30Ibid, hlm. 93 dan 101 31Ibid. Ummi Kalsum H Kajian Terhadap Tafsir Perada Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 3, No. 1, Juni 2020 mengetahui berbagai pendapat tentang suatu ayat. d. Metode komparatif ini mendorong mufasir untuk mengkaji berbagai ayat dan hadis-hadis serta pendapat ulama tafsir lain..32 Kemudian di antara kekurangan dari metode muqaran ialah sebagai berikut33 a. Penafsiran menggunakan metode komparatif ini tidak bisa diberikan kepada para pemula, seperti mereka yang sedang belajar pada tingkat sekolah menengah ke bawah. b. Metode ini belum bisa diandalkan untuk menjawab persoalan-persoalan sosial yang tumbuh ditengah-tengah masyarakat. Hal ini disebabkan metode tafsir muqaran ini lebih mengutamakan perbandingan dari pada pemecahan Hermeneutika 1. Pengertian Hermeneutika Hermeneutika secara bahasa berasal dari bahasa Yunani, yakni hermeneuein berarti menjelaskan. Sedangkan dalam bahasa Jerman kata tersebut adalah hermeneutik dan dalam bahasa Inggris menjadi hermeneutics. Ada juga yang berpendapat bahwa istilah hermeneutika pada awalnya merujuk pada nama dewa Yunani kuno yakni hermes, maksudnya seseorang yang di utus dan bertugas untuk menyampaikan pesan dari para dewa dan menjelaskan maksudnya kepada manusia. Para pakar menilai sementara bahwa yang dijelaskan oleh hermes itu mencakup tiga bentuk, yaitu 32Rusydi, Ulum al-Qurâan II, hlm. 95-97 33Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qurâan, hlm. 143-144 34Ibid. a. Mengungkapkan yang ada dalam pikiran melalui kata-kata dalam rangka sampai kepada sasaran yang dituju. b. Menjelaskan secara rasional terkait hal-halyang masih belum jelas sehingga maksudnya dapat dipahami dengan jelas. c. Menerjemahkan dengan menggunakan bahasa yang mudah untuk dipahami oleh sasaran. Zygmunt Bauman mendefenisikan hermeneutika adalah sebagai upaya menjelaskan atau menelusuri pesan dan maksud dasar dari perkataan atau tulisan yang tidak jelas, samar dan kontradiksi sehingga menimbulkan keraguan dan kejanggalan bagi para pendengar dan Defenisi hermeneutik juga dikemukakan oleh Franz-Peter Burkard adalah seni menafsirkan teks dengan arti yang lebih luas, jadi hermeneutika adalah refleksi teoritis tentang metode-metode dan syarat-syarat M. Quraish Shihab mendefenisikan hermeneutika adalah suatu alat yang digunakan terhadap suatu teks dalam menjelaskan, memahami dan menganalisis maksudnya serta memperlihatkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Kemudian bisa dikatakan dengan suatu cara yang harus ditempuh seseorang yang hendak memahami terhadap suatu teks, baik secara nyata, maupun tidak jelas bahkan tersembunyi disebabkan dengan perjalanan sejarah atau terpengaruhnya 35Yayan Rahtikawati, Dadan Rusmana, Metodologi Tafsir al-Quran Strukturalisme, Semantik, Semiotik, & Hermeneutik, Jawa Barat Pustaka Setia, 2013, hlm. 447 36Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika Dan Pengembangan Ulumul Qurâan, Yogyakarta Nawesea Press, 2017, 37M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, Tangerang Lentera Hati, 2013, hlm. 401 Ummi Kalsum H Kajian Terhadap Tafsir Perada Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 2, No. 1, Juni 2019 Dalam hal ini hermeneutika di bagi dalam tiga bagian adalah sebagai berikut a. Hermeneutika teori, maksudnya suatu teori yang fokus bahasannya pada metodologi. b. Hermeneutika filsafat adalah suatu penafsiran yang mempunyai proses produksi makna yang baru bukan reproduksi makna awal. c. Hermeneutika kritis, merupakan aliran yang menolak asumsi-asumsi idealis atau pembahasannya itu terkait upaya membuka penyebab dalam pemutarbalikan pemahaman. Hermeneutika juga bisa diartikan sebagai tiga hal, yaitu pertama, mengungkapkan pemikiran seseorang dengan kata-kata, menerjemahkan dan bertindak sebagai penafsir. Kedua, memiliki suatu usaha untuk memalingkan atau mengalihkan dari suatu bahasa asing yang maknanya itu gelap dan tidak diketahui ke dalam bahasa lain yang dapat dimengerti dan dipahami oleh pembaca. Ketiga, pemindahan terhadap ungkapan yang kurang jelas, dan dirubah kepada bentuk yang lebih 2. Sejarah Hermeneutika Hermeneutika merupakan istilah yang familiar di dengar dan tidak hanya berkembang di dunia barat, tetapi ia meluas dan menembus pada agama dan budaya. Sehingga hermeneutika ini tidak terlepas dari pertumbuhan dan perkembangan pemikiran filsafat dan keilmuan lainnya. 38Umiarso, Hassan Hanafi, Pendekatan Hermeneutik dalam Menghidupkan Tuhan, dalam Metodologi Studi Islam, Percikan Pemikiran Tokoh dalam Membumikan Agama, Yogyakarta Ar-Ruzz edia, 2013, hlm. 196 Mulanya hermeneutik ini banyak digunakan oleh mereka yang memiliki hubungan erat dengan kitab suci Injil ketika menafsirkan kehendak Tuhan kepada manusia. Kemudian kajian terkait dengan hermeneutik ini mulai berkembang pada abad 17 dan 18. Pada abad 20 pembahasan hermeneutika ini semakin berkembang. Dan tidak hanya terkait dengan kitab Suci dan teks-teks klasik saja, melainkan terkait juga dengan ilmu-ilmu lainnya, seperti sejarah, filsafat, kesusasteraan, hukum dan lain-lain yang mencakup dalam ilmu pengetahuan tentang kemanusiaan. Pembahasan hermeneutik ini telah ada dalam tulisan Aristoteles berjudul peri hermenians dan diterjemahkan kepada bahasa latin dengan nama De Sehingga dalam hal ini hermeneutika dari segi sejarahnya dibagi menjadi tiga tahap/fase, yakni 1 Hermeneutika klasik, yakni lebih berorientasi atau menekankan pada teks, muncul sekitar abad XVII. Tahap ini berpendapat bahwa sebagai penafsir dapat mengetahui tujuan pengarang teks dan substansinya selama menempuh dengan metode yang shahih. 2 Tahap hermeneutika romansis, berawal dari Friedrich Schleiermacher 1768-1834 M, yang mana lebih menekankan dan menitikberatkan pada metode dan berguna untuk menghindari dari kesalahpahaman. Dalam hal ini sangat berpengaruh terhadap pemikir-pemikir hermeneutik setalahnya, baik setuju maupun tidak setuju dengan alirannya. Ia dinilai telah mengalihkan hermeneutika dari penafsiran teks 39Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika Alqurâan Mazhab Yogya, Yogyakarta Islamika, 2003, hlm. 53-54 Ummi Kalsum H Kajian Terhadap Tafsir Perada Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 3, No. 1, Juni 2020 keagamaan secara teks kepada berbagai teks lainnya. 3 Hermeneutika filosofis. Pembahasan ini lebih kepada hal-hal yang berkaitan dengan hakikat pemahaman dan kondisi penemuannya tanpa menjelaskan metode tentang makna pemahaman. Tahun 1980-an muncul hermeneutik Alquran feminis yang dikemukakan oleh Riffat Hassan. Dan sepuluh tahun kemudian muncullah hermeneutic Alquran tentang pluralism religious dan pembebasan berdasarkan dengan pengalaman sosial 3. Aliran Hermeneutika Pembagian tentang aliran dapat mempermudah dalam memahami berbagai macam pemikiran dengan memperhatikan keunikan masing-masing aliran yang diperpegangi. Maka dalam satu aliran saja bias ditemukan berbagai macam pemikiran yang saling melengkapi antara satu dengan lainnya. Sehingga setiap pemikir mempunyai ciri khas tersendiri. Dalam hal ini pemaknaan teks terhadap obyek penafsiran aliran hermeneutika ini dibagi kepada tiga aliran utama. Pertama, aliran obyektivis, yakni aliran yang lebih menitikberatkan kepada pencarian makna asal dari obyek penafsiran. Jadi, penafsiran adalah suatu upaya mengembalikan apa yang dimaksud oleh pencipta teks. Dalam pemahaman dan penafsiran aliran ini, para penafsir hanya berusaha memaparkan atau menjelaskan kembali apa yang dimaksud oleh pengarang teks. Agar penafsir bisa mencari tahu maksud dari pengarang, maka harus dilakukan sebuah analisa bahasa teks dan analisa diluar kebahasaan. 40Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, hlm. 254 Kedua, aliran subyektivis, yakni sebuah aliran yang lebih menekankan pada peran pembaca atau penafsir dalam pemaknaan teks. Biasa disebut dengan âreader-cantered hermeneuticsâ. Ketiga, aliran obyektivis-cum-subyektivis, yakni aliran berada di tengah-tengah, dalam hal pemaknaan terhadap teks yang ditafsirkan, sehingga aliran ini berusaha mencari tahu kembali makna orisinil/historis dari satu sisi dan pengembangan makna teks pada masa dimana teks itu ditafsirkan. Atau aliran ini memberi keseimbangan antara pencarian makna asal teks dan peran bagi pembaca dalam dalam Tafsir Alquran Pendekatan adalah merupakan sebagai titik keberangkatan dari prosesnya tafsir. Sebab dengan adanya pendekatan tafsir yang sama bisa saja muncul corak tafsir yang Kemudian Abuddin Nata menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pendekatan adalah suatu proses atau cara pandang yang digunakan untuk menjelaskan suatu data yang dihasilkan dalam Adapun yang dimaksud dengan pendekatan disini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat di dalam suatu bidang ilmu dan selanjutnya digunakan atau diterapkan dalam memahaminya. Dalam hal ini untuk mengetahui lebih lanjut, penulis akan mencoba menguraikan secara komprehensif tentang pendekatan-41Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika Dan Pengembangan Ulumul Qurâan, hlm. 45-50 42Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, hlm. 247 43Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta Raja Grafindo Persada, 1998, hlm. 142 Ummi Kalsum H Kajian Terhadap Tafsir Perada Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 2, No. 1, Juni 2019 pendekatan dalam tafsir Alquran, di antaranya sebagai berikut. 1. Pendekatan Tekstual Maksudnya adalah suatu pendekatan dalam menafsirkan Alquran lebih menekankan pada teks dalam dirinya. Ahsin Muhammad misalnya, menegaskan bahwa kontekstualisasi pemahaman Alquran merupakan suatu upaya penafsir dalam memahami ayat Alquran bukan melalui teks tetapi dilihat dari konteks dengan melihat faktor-faktor, seperti situasi dan kondisi dimana ayat Alquran diturunkan, sehingga sebagai seorang penafsir harus mempunyai cara berfikir luas. Jadi, kontekstualitas dalam pende-katan tekstual ini cenderung bersifat kearaban, sebab Alquran turun pada masyarakat Arab. Dengan demikian, suatu tafsir yang menggunakan pende-katan tekstual, biasanya analisisnya itu lebih cenderung bergerak dari teks kepada konteks dan bersifat lebih kearaban. Adapun buku tafsir Indonesia yang menggunakan objek ini, secara umum menekankan perspektif tekstual-reflektif, seperti Kitab Tafsir al-Mishbah, Alquran dan Tafsirnya. 2. Pendekatan Kontekstual Pendekatan kontekstual adalah pendekatan yang lebih berorientasi pada konteks pembaca atau penafsir teks Alquran. Pendekatan ini, kontekstualitas dalam pendekatan tekstual, yaitu dengan latar belakang sosial-historis, yang mana teks muncul dan dikelolah menjadi penting. Sehingga dalam pendekatan ini harus ditarik dalam konteks pembaca penafsir dimana ia hidup maupun berada saat itu, dengan pengalaman budaya, sejarah dan sosialnya Mengenai konteks tafsir yang menyajikan tematik ada beberapa, namun yang muncul dalam bentuk realitas sosial, meskipun belum menemukan bentuk kontekstualnya secara kuat. Bisa dilihat dalam Tafsir Kebencian Argumen Kesetaraan Gender, Tafsir bil Raâyi dan Tafsir Tematik Alquran tentang Hubungan Antar Umat Beragama. Tafsir tematik terkait Hubungan Antar Umat beragama dalam hal tertentu bisa dikatakan sebagai model pendekatan kontekstual. Sebagaimana Syafiâi Maârif menjelaskan bahwa buku ini merupakan bentuk kegelisahan sekaligus sebagai sumbangan bangsa Indonesia ketika menghadapi hubungan antar umat beragama. Sebab banyak nyawa yang terkorbankan, kehormatan dan harta benda hilang begitu saja demi menyelamatkan agama. Secara pengetahuan menyadari bahwa Indonesia adalah sebuah bangsa yang majemuk. Terhadap perbedaan dan keragaman agama itu merupakan suatu kenyataan maupun niscaya yang tidak ada penyesalan di dalamnya. Maka yang harus dibangun saat ini dalam buku ini adalah kesadaran dari setiap pemeluk agama masing-masing untuk memahami ajaran-ajaran moral kitab suci agamanya 3. Pendekatan Bahasa Sastra Alquran menggunakan bahasa Arab, maka perlu diketahui untuk memahami isi kandungan Alquran diperlukan pemahaman dan 44Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, hlm. 248 45Ibid, hlm. 250 Ummi Kalsum H Kajian Terhadap Tafsir Perada Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 3, No. 1, Juni 2020 pengetahuan tentang bahasa Arab. Dan untuk mengkaji sekaligus memahami arti suatu kata dalam rangkaian redaksi ayat, seseorang untuk terlebih dahulu meneliti pengertian apa saja yang dikandung maupun terdapat dalam kata tersebut. Lalu menetapkan arti kata tersebut dengan tepat setelah memperhatikan segala aspek yang berkaitan dengan ayat Yang dimaksud dari pendekatan bahasa adalah dimana seseorang yang ingin menafsirkan Alquran dengan pendekatan bahasa harus mengetahui bahasa yang digunakan Alquran yakni bahasa Arab dengan mengetahui seluk-beluknya dahulu, baik terkait dengan nahwu, balaghah dan sastranya. Dengan mengetahui bahasa Alquran, seorang mufasir akan lebih mudah untuk melacak dan mengetahui makna dan susunan kalimat-kalimat Alquran sehingga mampu menjelaskan atau mengungkap makna di balik kalimat tersebut. 4. Pendekatan Historis Maksud dari pendekatan ini adalah memahami ayat-ayat Alquran dengan memperhatikan konteks sejarah turunnya ayat Alquran tersebut yang disebut sebagai asbab al-nuzul. Dengan memahami pendekatan ini seseorang bisa mengetahui hikmah kandungan dari suatu ayat. Sehingga dengan mengetahui kondisi historis ayat tersebut, seorang dapat menggambarkan dan mengenal ketika ayat itu diturunkan dan memberi 46M. Quraish Shihab, Membumikan Alquran Fungsi, dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung Mizan, hlm. 105 kemudahan untuk memikirkan apa yang terkandung dalam ayat Sehingga dengan mengetahui asbab al-nuzul adalah cara yang paling penting dan baik dalam memahami pengertian ayat. Kemudian para sahabat yang lebih tahu tentang sebab-sebab turunya ayat maka, pendapatnya itu lebih didahulukan terhadap pengertian dari suatu ayat, dibandingkan dengan sahabat yang tidak mengetahi sebab-sebab turunnya 5. Pendekatan Sosio-Historis Pendekatan sosio-historis merupakan pendekatan yang sangat penting untuk melihat setiap data, karena segala sesuatu yang ada dalam kehidupan ini tidak ada yang tanpa melalui proses dan tanpa berhubungan dengan masyarakat di lingkungannya termasuk ketika dalam menempuh studi agama pada umumnya dan studi Alquran pada khususnya. Jadi, maksud dari pendekatan sosio-historis adalah memahami ayat-ayat Alquran dengan melihat konteks sosio-historisnya dan setting sosial pada saat dan menjelang ayat Alquran diturunkan ketika dalam mengkaji suatu penafsiran D. Corak-corak dalam Tafsir Alquran Corak penafsiran adalah suatu arah, warna dan kecenderungan pemikiran atau 47Ahmad Soleh Sakn, âModel Pendekatan Tafsir dalam Kajian Islamâ, Jurnal Ilmu Agama, No. 2, Desember 2013 48Ibid. 49Ulya, Berbagai Pendekatan Dalam Studi Al-Qurâan; Penggunaan Ilmu-ilmu Sosial, Humaniora, dan Kebahasaan dalam Penafsiran al-Qurâan, Yogyakarta Idea Press, 2017, hlm 30 Ummi Kalsum H Kajian Terhadap Tafsir Perada Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 2, No. 1, Juni 2019 ide yang mendominasi suatu karya Dapat disimpulkan bahwa corak tafsir adalah ragam, jenis dan kekhasan suatu tafsir, dengan pengertian umum corak tafsir adalah kekhususan suatu tafsir yang merupakan dampak dari kecenderungan seorang mufasirdalam menjelaskan maksud ayat-ayat yang dimaksud dengan corak tafsir adalah ragam dan nuansa khusus yang mewarnai sebuah penafsiran dan merupakan salah satu bentuk ekspresi intelektual seorang mufasir ketika menjelaskan maksud Alquran. Dari segi corak tafsir Alquran terdapat berbagai macam corak penafsiran Alquran ketika para pengkaji tafsir melakukan terhadap penafsiran, di antara corak-corak tafsir Alquran adalah sebagai berikut. 1. Corak Tafsir falsafi Filsafat Maksud dari corak ini adalah menafsirkan ayat-ayat Alquran dengan menggunakan logika dan teori-teori filsafat bersifat radikal atau liberal. Munculnya corak penafsiran ini seiring dengan berkembangnya ilmu-ilmu agama dan sains di berbagai wilayah kekuasaan Islam yakni ketika periode penterjemahan di masa Abbasiyah. Pada waktu itu buku-buku filsafat Yunani banyak diterjemahkan dalam bahasa Arab dan saat itu adalah karya Plato dan Kemudian dapat diketahui bahwa seiring berkembangnya ilmu-ilmu tersebut, terkhusus mengenai filsafat, terdapat pro dan kontra dikalangan ulama muslimin dalam penafsiran Alquran yang bercorak falsafi. Adapun golongan yang 50Muhammad Sofyan, Tafsir wal Mufassirun, Medan Perdana Publishing, 2015, hlm. 25 51Usman, Ilmu Tafsir, Yogyakarta Teras, 2009, hlm. 292-294 kontra tersebut beranggapan bahwa banyak bertentangan dengan akidah dan agama selain itu ketika dalam menafsirkan Alquran mereka mengesampingkan tata bahasa Arab dan ilmu balaghahnya. Dan ulama yang pro terhadap corak ini beralasan bahwa selama penafsiran itu tidak bertentangan dengan norma-norma dalam Islam, sehingga berusaha menggabungkan antara agama dan filsafat serta menghilangkan pertentangan antara keduanya, maka tidak ada salahnya melakukan penafsiran tersebut. Cara menggabungkan keduanya adalah dengan melakukan takwil terhadap nash-nash yang sesuai dengan teori-teori Adapun tafsir yang menggunakan corak ini adalah; tafsir Mafatih al-Ghaib karya Imam Fakhr al-Din Razi dan Tahafut al-Tahafut karya Ibnu 2. Corak Tafsir Fiqhi Hukum Corak tafsir fiqhi adalah menafsirkan Alquran yang lebih berorientasi kepada ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Alquran atau penafsiran ayat-ayat Alquran yang berkaitan dengan masalah-masalah hukum fiqh, sedangkan ayat-ayat yang lain dan tidak memuat hukum-hukum fiqh maka tidak dijadikan sebagai target dalam penafsirannya bahkan cenderung tidak dimuat sama sekali. Corak ini sudah ada sejak masa Rasulullah SAW. Sebab ketika para sahabat kesulitan dalam memahami hukum yang terkandung dalam Alquran tersebut, maka sahabat langsung menanyakan hal itu kepada Nabi dan beliau pun langsung menjawab. Adapun kitab tafsir yang bercorak fiqhi adalah 52Ibid. 53M. Yudie R. Haryono, Bahasa Politik Alquran Mencurigai Makna Tersembunyi di Balik Teks, Bekasi Gugus Press, 2002, hlm. 159 Ummi Kalsum H Kajian Terhadap Tafsir Perada Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 3, No. 1, Juni 2020 kitab Ahkam al-Qurâan karya al-Jashshash w. 370 H dari golongan Hanafiyah, kitab Ahkam al-Qurâan karya Alkiya al-Harasi w. 504 H golongan Syafiâiyyah dan terakhir dari golongan Malikiyyah kitab al-Jamiâ li al-Ahkam al-Qurâan karya al-Qurthubi w. 671 H.54 3. Corak Tafsir Ilmi Ilmu/Science Tafsir ilmi adalah penafsiran ayat-ayat Alquran dengan melakukan pendekatan ilmiah atau mengkaji ayat-ayat Alquran berorientasi pada teori-teori ilmu Ayat-ayat Alquran yang ditafsirkan dalam corak ini adalah ayat-ayat kauniyah tentang kealaman. Corak tafsir seperti ini memberi peluang yang luas bagi mufasir dalam mengembangkan ilmu pengetahuannya ataupun berbagai potensi keilmuan yang ada dan akan di bentuk dalam Alquran. Perlu diketahui ketika menggunakan corak penafsiran ini adalah berpegang pada hakikat ilmiah yang dapat dijadikan sebagai rujukan maupun sandaran, tidak memaksakan diri dalam memahami nash dan tidak sembarangan dalam menukil nash dengan suatu makna yang diinginkan kesim-pulannya. Tetapi hanya mengambil makna sesuatu dengan pertolongan bahasa dan terkandung dalam ungkapan tanpa ada paksaan dan sesuai dengan hubungan Kitab-kitab tafsir yang menggunakan corak penafsiran ini adalah kitab al-Jawahir fi Tafsir al-Qurâan karangan Thanthawi Jawhari 1287-1358 H terdiri 13 jilid, 26 54 Muhammad Amin Suma, Ulumul Qurâan, hlm. 399 55 Mohammad Gufron, Rahmawati, Ulumul Qurâan Praktis dan Mudah, Yogyakarta Teras, 2013, h. 195 56 Mohammad Gufron Rahmawati, Ulumul Qurâan, hlm. 196 juz dan 6335 halaman, kitab al-Tafsir al-Ilmi li al-Ayat al-Kawniyah fi al-Qurâan karya Hanafi Ahmad dan kitab al-Isyarat al-Ilmiyah fi al-Qurâan al-Karim karya Dr. Muhammad Syawqi Dapat diketahui bahwa corak penafsiran ini muncul seiring dengan berkembang dan kemajuannya ilmu pengetahuan saat ini dan terdapat suatu usaha bagi para pengkaji tafsir untuk memahami ayat-ayat Alquran yang sejalan dengan perkembangan ilmu. 4. Corak Tafsir Sufi Maksudnya adalah penafsiran ayat-ayat Alquran yang menggunakan pemahaman tasawuf atau beraliran tasawuf. Corak ini dibagi menjadi dua macam adalah; pertama tafsir Sufi al-Nazhariy adalah tafsir yang disusun oleh ulama-ulama dalam penafsiran ayat-ayat Alquran yang berpegang pada teori-teori tasawuf yang mereka perpegangi dan dikembangkan. Kedua tafsir Sufi al-Isyari berarti penafsiran ayat-ayat Alquran yang berusaha mentakwilkan berdasarkan isyarat-isyarat yang tersembunyi dan hanya diketahui oleh para sufi ketika mereka melaksanakan Kemudian di antara kitab-kitab tafsir yang bercorak shufi adalah tafsir al-Qurâan al-Azhim karya Abdullah al-Tustariy H, kitab Haqaiq al-tafsir karya al-Alamah al-Sulamiy w. 412 H dan kitab Araâis al-Bayan fi Haqaiqal-Qurâan karya Imam al-Syiraziy w. 606 H. Para ulama tafsir berpendapat bahwa dalam tafsir bercorak shufi ini banyak terdapat kesalahan dan penyimpangan, 57Muhammad Amin Suma, Ulumul Qurâan, hlm. 398 58Usman, Ilmu Tafsir, hlm. 288 Ummi Kalsum H Kajian Terhadap Tafsir Perada Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 2, No. 1, Juni 2019 maka tafsir ini bisa saja diterima apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut; a. Tidak bertentangan dengan makna lahiriyah ayat; b. Penafsirannya itu dapat dikuatkan dengan dalil syaraâ yang lainnya; c. Penafsirannya tidak bertentangan dengan dalil syaraâ dan akal; d. Ahli tafsirnya tidaklah menganggap apabila penafsirannya itu merupakan satu-satunya penafsiran yang memang benar, tapi harus mengakui terlebih dahulu makna lahiriyah 5. Corak Tafsir al-Adabiy al-Ijtimaâi Sosial-Kemasyarakatan Al-Adabiy merupakan bentuk mashdar dan kata kerja dari aduba berarti tatakrama dan sopan santun. Sementara kata al-Ijtimaâiy berarti menyatukan sesuatu dan juga dapat diterjemahkan kemasyarakatan. Maka, secara etimologi al-adabi al-ijtimaâiy adalah penafsiran yang lebih menekankan kepada sastra budaya dan Sedangkan secara terminologi corak tafsir adabiy ijtimaâiy adalah memahami ayat-ayat Alquran dengan cara menyebutkan ungkapan-ungkapan Alquran secara teliti lalu menjelaskan makna-makna yang dimaksud oleh Alquran tersebut dengan menggunakan keindahan gaya bahasa sehingga menjadi menarik ketika membacanya. Kemudian para mufasir menghubungkannya nash-nash Alquran yang sedang dikaji sesuai dengan kondisi sosial dan sistem budaya yang ada pada 59Ibid., hlm. 291 60Usman, Ilmu Tafsir, hlm. 298 61Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, hlm. 235 Menurut al-Dzahabi yang dimaksud dari corak tafsir al-adabiy al-ijtimaâiy adalah merupakan corak penafsiran Alquran dengan menjelaskan atau mengungkap ayat-ayat Alquran berdasarkan ketelitian ungkapan-ungkapan dan disusun dengan menggunakan bahasa yang lugas dan menekankan tujuan pokok turunnya Alquran, lalu di aplikasikan dengan kehidupan sosial. Corak penafsiran ini muncul karena ketidakpuasannya para mufasir yang menganggap bahwa penafsiran Alquran selama ini hanya didominasi oleh tafsir yang menitikberatkan pada nahwu, bahasa dan perbedaan mazhab, baik dalam bidang ilmu kalam, ushul fiqh, sufi, fiqh, dan lain sebagainya. Kemudian kitab tafsir yang menggunakan corak penafsiran al-Adabiy al-Ijtimaâi adalah kitab tafsir al-Manar karya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, kitab Tafsir al-Wadhih karya Muhammad Mahmud al-Hijazy, kitab Tafsir al-Qurâan karya Syaikh Ahmad al-Maraghi dan kitab Tafsir al-Qurâan al-Karim karangan Syaikh Mahmud E. Kesimpulan Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode tafsir adalah suatu cara dan langkah-langkah yang harus ditempuh ketika dalam melakukan penafsiran terhadap Alquran, dalam hal ini terdapat beberapa metode penafsiran Alquran, yaitu; metode tafsir tahlili, ijmali, muqaran, maudhuâiy dan hermeneutika. Selain itu, yang dimaksud dengan pendekatan adalah suatu cara pandang atau titik keberangkatan dari prosesnya tafsir, diantara pendekatan 62Imam Musbikin, âMutiaraâ Al-Qurâan Khazanah Ilmu Tafsir, Jawa Timur Jaya Star Nine, 2014, hlm. 49 Ummi Kalsum H Kajian Terhadap Tafsir Perada Jurnal Studi Islam Kawasan Melayu, Vol. 3, No. 1, Juni 2020 tdalam tafsir Alquran, yakni; pendekatan tekstual, kontekstual, bahasa, historis dan sosio-historis. Kemudian maksud dari corak tafsir Alquran adalah suatu nuansa, warna atau kecenderungan pemikiran atau ide yang mendominasi suatu karya tafsir, adapun corak tafsir Alquran adalah corak tafsir falsafi, fiqhi, sufi, ilmi, adabi al-ijtimaâiy.[] DAFTAR PUSTAKA Baidan, Nashruddin, Metode Penafsiran Al-Qurâan, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2011. _______, Metodologi Penafsiran Al-Qurâan, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2012. Al-Farmawi, Abd al-Hayy, Metode Tafsir Maudhuâiy, Suatu Pengantar, Terj. Suryan A. Jamrah, judul asli, Al-Bidayah fi al-Tafsir al-MaudhuâiyDirasah Manhajiah Mawdhuâiyah, Jakarta Raja Grafindo Persada, 1994. Gusmian, Islah, Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga Ideologi, Jakarta Selatan Khazanah Pustaka Keilmuan, 2003. Musbikin, Imam, âMutiaraâ Al-Qurâan Khazanah Ilmu Tafsir, Jawa Timur Jaya Star Nine, 2014. Al-Qardhawi, Yusuf, Berinteraksi dengan al-Qurâan, Penerjemah Abdul Hayyi al-Khattani, Jakarta Gema Insani Press, 1999. Rahmawati, Mohammad Gufron, Ulumul Qurâan Praktis dan Mudah, Yogyakarta Teras, 2013. Rusydi, Ulumul Qurâan I, Padang IAIN-IB Press, 1999. _______, Ulumul Qurâan II, Padang IAIN-IB Press, 1999. Sakn, Ahmad Soleh, âModel Pendekatan Tafsir dalam Kajian Islamâ, Jurnal Ilmu Agama, No. 2, Desember 2013 Salim, Abd Muin, Metodologi Ilmu Tafsir, Yogyakarta Teras, 2005. Samsurohman, Pengantar Ilmu Tafsir, Jakarta Amzah, 2014. Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qurâan, Fungsi Peranan Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung Mizan, 1997. _______, Kaidah Tafsir, Tangrang Lentera Hati, 2013. Sofyan, Muhammad, Tafsir wal Mufassirun, Medan Perdana Publishing, 2015. Suma, Muhammad Amin, Ulumul Qurâan, Jakarta Rajawali Pers, 2013. Al-Suyuthi, Jalaludin Abd al-Rahman, Al-Itqan fi Ulum al-Qurâan, Beirut Dar al-Maârifah, 1978. Syamsuddi, Sahiron, Hermeneutika AlQurâan Mazhab Yogya, Yogyakarta Islamika, 2003. _______, Hermeneutika Pengembangan Ulumul Qurâan, Yogyakarta Nawesea Press, 20017. Umiarso, Hassan Hanafi, Pendekatan Hermeneutik dalam Menghidupkan Tuhan, dalam Metodologi Studi Islam, Percikan Pemikiran Tokoh dalam Membumikan Agama, Yogyakarta Ar-Ruzz Media, 2013. Ulya, Berbagai Pendekatan Dalam Studi Al-Qurâan; Penggunaan Ilmu-ilmu Sosial, Humaniora, dan Kebahasaan dalam Penafsiran al-Qurâan, Yogyakarta Idea Press, 2017. Usman, Ilmu Tafsir, Yogyakarta Teras, 2009. Yunus, Muhammad, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta PT Hida karya Agung, 1989. Yusuf, Kadar M, Studi al-Qurâan, Jakarta Amzah, 2014. Zulheldi, 6 Langkah Metode Tafsir Muadhuâi, Jakarta PT Raja Grafindo Persada, 2017. ... Yaitu cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an yang didasarkan atas sumber-sumber ijtihad dan pemikiran mufassir terhadap kaidah bahasa arab dan kesusastraanya, teor ilmu pengetahuan setelah dia menguasai sumber-sumber tadi. Hasibuan 2020 Bila dilihat secara mendalam dari sudut sumber penafsiran, Tafsir Tanwir tergolong menggunakan metode bi al-Iqtirani perpaduan antara bi al-manqul dan bi al-ma'qul. Metode bi al-Iqtirani yaitu cara penafsiran yang didasarkan atas perpaduan antara sumber tafsir riwayah yang kuat dan sahih dengan sumber ijtihad pikiran yang sehat. ...Muhammad FaisalThis article describes a model for the discovery of the Qur'an which is applied by Indonesian commentators, namely Tafsir al-Misbah by Quraish Shihab and Tafsir al-Azhar by HAMKA, both of which are phenomenal book of tafseer written by Indonesian scholars. The focus of the study is the pattern of findings applied by Quraish Shihab and HAMKA to the letter al-Fatihah in the two commentaries. This research is a literature study type and uses a descriptive-qualitative approach and applies a comparative method. The data obtained in this study comes from two categories, namely primary and secondary data, the primary data is the book of interpretation of al-Misbah by Quraish Shihab and Tafsir al-Azhar by HAMKA, while secondary data comes from articles, papers, books, and so on. The author concludes that the disclosure of al-Fatihah Quraish Shihab has a pattern of interpretation that is generally almost the same as that imagined by HAMKA, namely the pattern of language and fiqh. However, if seen specifically there seems to be a slight difference regarding the pattern, where Quraish Shihab dominates his linguistic pattern in translating of surah al-Fatihah, while HAMKA dominates the fiqh pattern. This can be seen from the existence of sub-chapters that were made specifically when the surah al-Fatihah was obscured. For example, the linguistic pattern in al-Misbah's interpretation have a sub-chapter "The meaning of ba read bi in bismillah", in this sub-chapter Quraish Shihab tries to explain surah al-Fatihah in bismillah sentences in language. Meanwhile, his pattern of fiqh in can be seen in the interpretation of al-Azhar in surah al-Fatihah by writing a sub-chapter namely "Al-Fatihah as the pillars of prayer". Where in this sub-chapter HAMKA tries to explain how to read surah al-Fatihah from a legal Rozik SudawamMuhammad Hoirus SholehQur'an Karim dan Terjemah Artinya published by Universitas Islam Indonesia UII Yogyakarta is one of the al-Qur'an translations in Indonesia. The work has characteristics that distinguish it from other translations. The translation tried to bring the meaning of Quranic verses ignoring literal meaning and looking for its equivalent in Bahasa Indonesia. This research is focusing on the verses of the creation of man with a question about the form and style of the translation of these verses. This study uses the theoretical framework of áž„arfiyyah and tafsÄ«riyyah translation, as well as the theory of interpretation patterns in 'UlĆ«m al-Qur'Än. This study found that the translator uses two translation methods, the áž„arfÄ«yyah, and tafsÄ«riyyah translation methods. Sometimes a verse was translated with a shorter or longer Bahasa Indonesia sentence to clarify the meaning of the verse. The translation of the Qur'an is also considered as an interpretation in a limited version so that the translator has a style in translating the verse. The translation style used is the adabÄ«-ijtimÄ'Ä« style with a language approach because the translator uses straightforward language in translating the YahyaKadar M. YusufAlwizar AlwizarTafsir is one way to find out and show the meaning and intent according to the content of the verses of the Qur'an. The purpose of this research is to reveal what methods can be used in interpreting the Qur'an. The research method used is library research. The tafsir methods used by mufassir on the interpretation of the Qur'an can be grouped into four methods; First, the method of ijmali interpretation. Second, the method of tahlili interpretation. Third, the maudhu`i interpretation method. Fourth, the method of interpretation of muqaran. The division of this category is a new categorization, because this category exists after research in various commentary books, as a result, experts in science divide the method of interpretation used by interpreters as 4 kinds. The four interpretation methods commonly used by the mufassir, each have advantages and disadvantages. Although the methods of interpreting the Qur'an are different, the essence remains the same, namely the mufassir trying to explain the meaning of the verses of the Qur'an for themselves and Faishal HaqThis paper aims to reveal what is the true moral message in the sentence Isjudu> li A>dama. Therefore, the research focuses on the fragments of these verses in Surah al-Baqarah verse 34 and al-Kahfi verse 50. Understanding the moral message in every verse of the Koran is very important to know. It aims to make the message of the Koran relevant today. In this study, the analysis was carried out on two tafsir works, namely Tafsir Al-Mishbah by M. Quraish Shihab and Tafsir Al-Azhar by Hamka. Both are products of Indonesian interpretation, they use the tah{lily method of interpretation, with the pattern of adabi ijtima'i. However, from the results of the author's analysis using qualitative research methods and literature, and supported by comparative studies with several aspects of the object of study, the conclusion is that the interpretation in the Al-Misbah Tafsir; specifically on the two verses above, it is more comprehensive than the explanation of the Tafsir Al-Azhar. And also, in the Tafsir Al-Misbah, a more dominant moral message is found, in addition to mutual respect, respect and respect as fellow beings, Al-Baqarah verse 34 can be the basis for the obligation to respect those who are knowledgeable. [Tulisan ini bertujuan untuk mengungkap apa sebenarnya pesan moral pada kalimat Isjudu> li A>dama. Maka dari itu, penelitian terfokuskan pada penggalan ayat tersebut yang ada dalam surat al-Baqarah ayat 34 dan al-Kahfi ayat 50. Memahami pesan moral dalam setiap ayat al-Quran sangat penting untuk diketahui. Hal tersebut bertujuan untuk merelevansikan pesan al-Quran di zaman sekarang. Dalam penelitian ini, analisis dilakukan pada dua karya tafsir, yakni Tafsir Al-Mishbah karya dari M. Quraish Shihab dan Tafsir Al-Azhar karya dari Hamka. Keduanya merupakan produk tafsir nusantara, sama sama menggunakan metode tafsir tah{lily, bercorak adabi ijtimai. Namun dari hasil analisis penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dan kepustakaan, serta ditunjang dengan studi komparasi/muqaran dengan beberapa aspek obyek kajian dihasilkan kesimpulan bahwa tafsiran dalam Tafsir Al-Misbah; khusus pada dua ayat di atas, lebih komprehensif dibandingkan penjelasan Tafsir Al-Azhar. Dan juga, dalam Tafsir Al-Misbah ditemukan pesan moral yang lebih dominan, selain harus saling memuliakan, menghormati dan menghargai sebagai sesama makhluk, Al-Baqarah ayat 34 dapat menjadi dasar tentang kewajiban menghormati orang-orang yang berpengetahuan.]Model Pendekatan Tafsir dalam Kajian IslamAhmad SaknSolehSakn, Ahmad Soleh, "Model Pendekatan Tafsir dalam Kajian Islam", Jurnal Ilmu Agama, No. 2, Desember 2013M ShihabQuraishShihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur'an, Fungsi Peranan Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung Mizan, Qur'an, Jakarta Rajawali PersMuhammad SumaAminSuma, Muhammad Amin, Ulumul Qur'an, Jakarta Rajawali Pers, Sahiron, Hermeneutika AlQur'an Mazhab Yogya, Yogyakarta IslamikaAl-SuyuthiAl-Suyuthi, Jalaludin Abd al-Rahman, Al-Itqan fi Ulum al-Qur'an, Beirut Dar al-Ma'rifah, 1978. Syamsuddi, Sahiron, Hermeneutika AlQur'an Mazhab Yogya, Yogyakarta Islamika, 2003. _______, Hermeneutika Pengembangan Ulumul Qur'an, Yogyakarta Nawesea Press, 20017. Umiarso, Hassan Hanafi, Pendekatan Hermeneutik dalam Menghidupkan Tuhan, dalam Metodologi Studi Islam, Percikan Pemikiran Tokoh dalam Membumikan Agama, Yogyakarta Ar-Ruzz Media, Metode Tafsir Muadhu'i, Jakarta PT Raja Grafindo PersadaZulheldiZulheldi, 6 Langkah Metode Tafsir Muadhu'i, Jakarta PT Raja Grafindo Persada, 2017.
Tafsi>r al-Kashsha>f, is a tafsi>r written by a Muslim scholar who support ahl al-'adl wa al-tawh}i>d or known as Mu'tazilah. This tafsi>r is influenced by power relations, the terms referred to Michel Foucault, that served ideological interests. This articles employs analytical descriptive to investigate the doctrines of Mu'tazilah that influenced al-ZamakhsharÄ« in his methodological interpretation of tafsÄ«r al-KashshÄf . The result of this study shows that the doctrines of Mu'tazilah influenced al-Zamakhshariâs interpretation of the Qurâanic verses accommodating to the opinion of the Hanafi School and the theology of Mu'tazilah. He tried to confine understanding of verses by changing their meanings in accordance with the five creeds of Muâtazilah as follows al-tawh}i>d, al-adl, al-waâd wa al-waâi>d, al-manzilat bayna al-manzilatain, and al-amr bi> al-maâru>f wa al-nahy an al-munkar. On the other side, tafsÄ«r al-KashshÄf employed tahli>li> method and bi al-ra'y model of interpretation. TafsÄ«r al-KashshÄf utilized critical reasoning in its interpretation, employed the principles of freedom, applied Arabic grammatical nah}wu, provided qira>âah-qira>âah, and showed the beauty of literary and language styles of the Qurâan. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free A. PENDAHULUAN Alquran yang diyakini sebagai wahyu oleh pemeluknya, hanya dapat dikaji sejauh telah âdibudayakanâ dalam bahasa manusia dengan âtoleransi' tujuh ahru>f. Sebagai sebuah proses budaya, penafsiran Alquran yang sangat dipengaruhi jika tidak âdideterminasiâ ruang waktu, sangatlah wajar jika melahirkan kera-gaman. Justru, orang yang betul-betul faqi>hadalah orang yang dapat melihat sisi-sisi makna yang banyak dari Alquran. Karena-nya, pemutlakan satu bentuk penafsiran, akan selalu merupakan âpemerkosaanâ terhadap hakikat kewahyuan Alquran yang membudaya masuk ke dimensi kehidupan manusia yang METODOLOGI DAN KARAKTERISTIK PENAFSIRAN DALAM TAFSIr al-Kashsha>f, is a tafsi>r written by a Muslim scholar who support ahl al-'adl wa al-tawh}i>d or known as Mu'tazilah. This tafsi>ris influenced by power relations, the terms referred to Michel Foucault, that served ideological interests. This articles employs analytical descriptive to investigate the doctrines of Mu'tazilah that influenced al-ZamakhsharÄ« in his methodological interpretation of tafsÄ«r al-KashshÄf . The result of this study shows that the doctrines of Mu'tazilah influenced al-Zamakhshariâs interpretation of the Qurâanic verses accommodating to the opinion of the Hanafi School and the theology of Mu'tazilah. He tried to confine understanding of verses by changing their meanings in accordance with the five creeds of Muâtazilah as follows al-tawh}i>d, al-adl, al-waâd wa al-waâi>d, al-manzilat bayna al-manzilatain, and al-amr bi> al-maâru>f wa al-nahy an al-munkar. On the other side, tafsÄ«r al-KashshÄf employed tahli>li>method and bi al-ra'y model of interpretation. TafsÄ«r al-KashshÄf utilized critical reasoning in its interpretation, employed the principles of freedom, applied Arabic grammatical nah}wu, provided qira>âah-qira>âah, and showed the beauty of literary and language styles of the Qurâan. Keywords Methodology; interpretation; al-Kashshaf; tahli>li>; bi al-raây; ahl al-'adl wa al- tawh}i>d. __________________________ Abstrak Sebagai karya dari orang yang secara eksplisit menyatakan dirinya pendukung ahl al-'adl wa al-tawh}i>dMu'tazilah, tafsÄ«r al-KashshÄf, tampaknya mengalami relasi kuasa dalam istilah Michel Foucault, atau adanya tarikan kepentingan, terutama yang berkaitan dengan kekuasaan. Dengan metode deskriptif analitis, artikel ini bertujuan untuk meneliti doktrin-doktrin Muâtazilah yang mempengaruhi al-ZamakhsharÄ« dalam metodologi dan karakteristik penafsirannya dalam tafsÄ«r al-KashshÄf. Hasil kajian ini membuktikan bahwa doktrin-doktrin Mu'tazilah sangat nampak mempengaruhi penafsirannya, terutama ketika al-ZamakhsharÄ« mentaâwilkan ayat-ayat Alquran yang disesuaikan dengan mazhab Hanafi, dan akidah Muâtazilah. Ia berusaha memagari ayat-ayat agar sesuai dengan paham Muâtazilah, di antaranya dengan merubah makna ayat ke dalam makna lain berdasarkan lima prinsip kredo Muâtazilah, yaitu al-tawh}i>d, al-adl, al-waâd wa al-waâi>d, al-manzilat bayna al-manzilatain, and al-amr bi> al-maâru>f wa al-nahy an al-munkar. Di sisi lain, tafsi>r al-Kashsha>fjuga memiliki metodologi tersendiri, diantaranya menggunakan metode tahli>li>dan corak bi al-raâydalam penafsirannya. Tafsi>r al-Kashsha>fmemfungsikan akal dalam penafsirannya, merubah nas ke dalam makna-makna yang berbeda dengan menggunakan akal sebagai dalil-dalil Alquran, prinsip-prinsip kebebasan, penggunaan kaidah-kaidah bahasa Arab nah}wu, penggunaan qira>âah-qira>âah, dan menafsirkan ayat-ayat Alquran dengan mengungkapkan nilai-nilai sastra yang halus dan indah. Kata Kunci Metodologi; karakteristik; tahli>li>; bi al-raây; dan ahl al-'adl wa tawh}i> DOI Received November 2015 ; Accepted December 2015 ; Published February 2016 Metodologi dan Karakteristik Penafsiran dalam Tafsir Al-KashshadMu'tazilah, tafsi>r al-Kashsha>f, tampaknya mengalami hal seperti itu. Dengan metode deskriptif analitis, tujuan dari kajian ini, yang tidak lain untuk mengetahui sejauh manakah doktrin-doktrin Mu'tazilah mempengaruhi al-ZamakhsharÄ« dalam tafsirnya? Bagaimanakah karakteristik dari tafsi>r al-Kashsha>fitu? Tuli-san sederhana ini akan menjawab kedua per-tanyaan tersebut. B. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Al-ZamakhsharÄ« dan Penulisan Tafsirnya Abu> al-Qa>sim Ja>rulla>h Mah}mu>d bin 'Umar al-Zamakhshari> al-Khawarizmi> kini masuk Uzbekistan hidup 467-538 H./1075-1145 M. pada masa kejayaan Dinasti Saljuq-Iraq di Bawah Sultan Ma>lik Shah [1070-1092] dan Wazir Niz}am al-Mulk hingga awal kemun-durannya di bawah Sinjar bin Ma>lik Shah [1117-1157 M.].Pada masa ini berdiri Uni-versitas Niz}amiyah dengan al-Ghazali> w. 505 H./1111 M. sebagai salah seorang guru besar-nya, madrasah-madrasah H{anafiyah, sekitar 12 ribu perpustakaan yang masing-masing me-muat 12 ribu eksemplar dalam berbagai disi-plin keilmuwan, dan mendirikan observato-rium di mana Sultan menyelenggarakan konfe-rensi astronomi 468 H./1075 M. atas permin-taan Wazir untuk memperbaharui kalender Hampir seluruh kajian Goldziher dalam Madha>hib al-Tafsi>rberbicara tentang penafsiran-penafsiran yang dipengaruhi oleh tarikan kepentingan mazhab-mazhab. Ignaz Goldziher, Madha>hib al-Tafsi>r, terjemahan H{ali>m Al-Najjar Da>r Iqraâ, 1982. Mustafa al-S{a>wi> Al-Juwaini>, Manhaj Al-Zamakhshari> Fi> Tafsi>r Al-Qurâa>n Wa Baya>n I'ja>zihJakarta Dinamika Barkah Utama, 20 - 23. Lihat juga K. Ali, A Study of Islamic History, terjemahan Adang Affandi Bina Cipta, 1995, 291. Persia, dan ketika itu Umar Khayam w. 1132 M. untuk pertama kalinya belajar kepada Muh}ammad bin Jari>r al-D}abi> al-As}faha>ni> Abu> Mud}ar al-Nahwi> w. 507, seorang Ahli bahasa dan nahwu terkenal di zamannya, yang berbudi luhur dan berhasil menyebarkan mazhab Mu'tazilah di bekal ambisi, ia pergi ke Khu-rasan dan Isfahan. Ia mendekati para peme-gang kekuasaan seperti Muji> al-Daulah Ubai-dillah bin Niz}am al-Mulk, dan Muh}ammad bin Ma>lik Shah dengan memberikan bait-bait syair pujian. Namun ia gagal dan sekitar tahun 512 H. Ia sakit parah. Sejak itu ia berganti haluan ke bidang keilmuan. Ia pergi ke Bagh-dad, belajar Hadis kepada Abu> al-Khita>b bin al-Bat}ar, Abu> Sa'd al-Shafa>ni>, dan Syaikh Islam Abu> Mans}u>r al-H{a>rithi>, belajar Fiqh kepada al-Damgha>ni> H{anafi> dan Ibn al-Sha-jari>. Untuk membasuh dosa ambisinya, ia per-gi ke Makkah dan bertemu dengan seorang pemuka Alawi> bin Isa bin H{amzah bin Wahha>s, dan membaca kitab Si>bawaih atas bimbingan Abdullah bin T{alh}ah al-Ya>biri> H.. Setelah usahanya kembali untuk mendekati penguasa gagal, al-Zamakhshari> kembali ke daerahnya. Saat itu Muh}ammad Anus}t}iqin yang digelari Kwarizm Shah mantan kepala daerah Kwarizm, H. telah mendirikan rumah raja Sultan Sinjar yang kemudian mengukuhkan sebagai kepala daerah Kwarizm hingga meninggal dan digantikan anaknya At}az H.. Kecintaan keduanya kepada ilmu membuat al-ZamakhsharÄ« dapat berada di dekatnya, sehingga berkesempatan besar untuk menulis dan menerbitkan antara karya-karya yang kebanyakan dalam bidang bahasa, sastra, dan gramatika H{asan Ibrahi>m H{asan, Ta>ri>kh Al-Isla>m Al-Siya>si> Wa Al-Di>ni> Wa Ath-Thaqafi> Wa Al-Ijtima>âi>, vol. IV Mesir Maktabah al-Nahd}ah al-Mis}riyyah, 1967, 36. Lihat juga Ali, A Study of Islamic History, 292. Al-Juwaini>, Manhaj Al-Zamakhshari> Fi> Tafsi>r Al-Qurâa>n Wa Baya>n I'ja>zih, 28. Biografi ini ditulisnya sendiri berupa bait-bait sya'ir dalam Di>wa>n Manhaj Al-Zamakhshari> Fi> Tafsi>r Al-Qurâa>n Wa Baya>n I'ja>zih, 31-42. Metodologi dan Karakteristik Penafsiran dalam Tafsir Al-Kashshan al-'Arabiyyah, Asa>s al-Bala>ghah, Jawa>hi>r al-Lughah, al-Ajna>s, Muqaddimat al-Adab fi> al-Lughah, al-Asma> fi> al-Lughah, al-Qist}a>s fi> al-'aru>d}, Sawa>'ir al-Amtha>l, al-Mustaqs}Ăź fi> al-Amtha>l, Ajab al-'Ajab fi> Sharh} La>-miyyat al-'Arab, Diwa>n al-Adab, Rabi> al-Abra>r fi> al-Adab wa al-Muh}a>d}ara>h, Tasli-yat al-D{ari>, Di>wa>n Khut}ab, Di>wa>n al-Ra-sa>'il, Di>wa>n Shi'r. b. Bidang Nah}wu Nakat al-Arab fi> Ghari>b al-I'rab fi> Ghari>b Alquran, al-Namu>dhaj fi> 'Ilm al-'Arabiyyah, al-Mufas}s}al, al-Mufrad wa al-Mu'allaf fi> al-Masa>'il al-Nah}wiyyah, al-Ama>li>, H{a>shiah 'ala> al-Mufas}s}al, Sharh} al-Mufas}s}al, Sharh} Kita>b Si>bawaih, al-Na-h}ajja>t wa Mutmim Maha>m Arba>b al-Ha>ja>t fi> al-Ah}a>ji wa al-Algha>z, al-Mufrad wa al-Murakkab. c. Bidang Hadis al-Fa>'iq fi> Ghari>b al-H{adi>thd. Bidang Fiqh dan Ushul al-Ra>d fi> al-Fara>'id} dan al-Minha> Lain-lain Shaqa>'iq al-Nu'man fi> H{aqa>'iq al-Nu'man manakib Imam Hanafi, Nawa->bigh al-Kalim, At}wa>q al-Dhahab, Nas}a>'ih} al-Kubba>r, Nas}a>'ih} al-S{igha>r, Maqa>ma>t, al-Risalah al-Na>s}ih}ahtentang nasihat dan pepatah. Kepakarannya dalam bahasa, sastra, dan gramatika di samping ilmu lain, menjadikan-nya sebagai rujukan rekan-rekan semazhabnya afa>d}il al-na>jiyah al-'ad}iyyah, terutama dalam penerapannya terhadap penafsiran Alquran. Mereka sering dibuat kagum dengan pelajaran al-ZamakhsharÄ«, sehingga mereka sepakat me-ngusulkan agar ia mendiktekan al-Kashsha>f 'an H{aqa>'iq al-Tanzi>l wa 'Uyu>n al-Aqa>wi>l fi Wuju>h al-Ta'wi>l. Hal ini hanya berlangsung hingga penafsiran surah al-Baqarah, karena saat itu ia berkeinginan untuk mengunjungi Baitullah. Di perjalanan beliau mendapatkan banyak orang yang sangat menginginkan tafsi-ran-tafsirannya. Sampai akhirnya beliau Ibn Khalikan dalam Wafaya>t al-A'yan-nya mengutip perkataan Tajuddi>n w. 613 H.. berketetapan untuk menyelesaikan tafsirnya di bermazhab Hanafi dan berakidah paham Muâtazilah. Ia menta`wilkan ayat-ayat Alquran sesuai dengan mazhab dan akidahnya, dengan cara yang hanya diketahui oleh orang yang ahli dan menamakan kaum Muâtazilah sebagai âSaudara seagama dan golongan utama yang selamat dan adilâ.Kemazhaban itu tercermin dari syaâirnya sebagai berikut Dan aku sandarkan agamaku, keyakinanku dan mazhabku ke jalan yang lurus. Aku memilihnya dan memegang teguh pada Islam adalah pengikut Hanafi sebagai maz-hab mereka yang tidak mengharapkan ba-gianâ.Ditinjau dari visi agama, kefanatikan al-ZamakhsharÄ« pada mazhabnya, belum sampai pada tahap penyimpangan, karena ia masih berpegang teguh pada sumber ajaran Islam yaitu Alquran dan hadis, bahkan tafsir al-Kashsha>f sangat berjasa dalam mengangkat nilai-nilai rasionalitas Tafsi>rAl-KashshÄf & Karakteristiknya Penulis tafsir ini memiliki keistimewaan yang sekaligus membedakannya dari mufasir sebelum, sezaman, dan sesudahnya. Keistime-waan tersebut berkaitan dengan paparannya tentang rahasia-rahasia balaghah yang terkan-dung di dalam Alquran. Kitab tafsirnya itu disinyalir tidak ada bandingannya bila melihat kelebihan-kelebihannya. Sekalipun al-Za-makhsharÄ« termasuk tokoh Mu'tazilah yang gigih membela mazhabnya dan mengecam ulama-ulama Ahlussunnah, tetapi yang tidak ada bandingnya dalam lapangan kebahasaan balaghah, sekalipun menentang akidah Mu'tazilah, tetapi ulama-ulama Ahlussunnah banyak mereguk manfaat dari ilmu al-Za-Al-Zamakhshari>, Al-Kashsha>f 'an H{aqa>'iq Al-Tanzi>l Wa 'Uyu>n Al-Aqa>wi>l Fi> Wuju>h Al-Ta'wi>l, Cet. I, Jilid I Mat}baâah Sharqiyyah, 3. Mannaâ Khali>l Al-Qat}t}a>n, Mabah}ith Fi> âUlu>m Al-Qurâa>nBeirut 1973., 525. Al-Juwaini>, Manhaj Al-Zamakhshari> Fi> Tafsi>r Al-Qurâa>n Wa Baya>n I'ja>zih, 179 Nadvi Muzaffaruddin, Pemikiran Muslim Dan Sumbernya Bandung Pustaka, 1984, 37. Metodologi dan Karakteristik Penafsiran dalam Tafsir Al-Kashshafâ disusun atas permintaan sahabat-sahabatnya, sebagaimana ungkapannya Sungguh telah datang kepadaku sahabat-sahabatku dari golongan orang-orang yang mulia, selamat dan adil, mereka me-nguasai ilmu bahasa Arab dan tauhid. Sewaktu mereka datang kepadaku untuk menafsirkan suatu ayat, maka aku menje-laskan kandungan-kandungan ayat terse-but yang masih ghaib/tertutup, dan mere-ka pun menyatakan kekagumannya atas diriku, saat itu pula mereka meminta agar aku membuat suatu karya yang berisi pokok-pokok penjelasan Alquran, serta mengajarkannya kepada mereka âSekum-pulan tentang hakikat-hakikat turunnya Alquran dan pandangan-pandangan yang esensial dalam segi penta`wilanâ. Pada mulanya aku tidak bersedia, kemudian mereka tetap bersikeras meminta, bahkan mereka datang kembali beserta tokoh-tokoh agama ahl al-adl wa al-tauh}i>d. Dan yang mendorongku bersedia, karena aku sadar bahwa mereka meminta sesuatu yang sesuatu itu wajib aku turuti, karena melibatkan diri pada sesuatu yang mere-ka minta itu hukumnya fard}u ain. Di mana pada waktu itu situasi dan kondisi negeri sedang kacau, dan lemahnya Mahmud Basuni Faudah, Tafsir-Tafsir Alquran, trans. Mochtar Zaerni dan Abdul Qodir Tafsir-tafsir Alquran Pustaka, 1987, 115. Al-Zamakhshari>, Al-Kashsha>f 'an H{aqa>'iq Al-Tanzi>l Wa 'Uyu>n Al-Aqa>wi>l Fi> Wuju>h Al-Ta'wi>l, 17-20. tokoh-tokoh ulama, serta jarangnya orang yang menguasai bermacam-macam keil-muan, apalagi berbicara tentang pengua-saan ilmu Baya>n dan ilmu Badi`. Karena desakan sahabat-sahabatnya serta tokoh-tokoh Muâtazilah, akhirnya Imam al-ZamakhsharÄ« memenuhi permintaan mereka untuk menulis tafsir al-Kashsha>f. Kemudian al-ZamakhsharÄ« mendiktekan masalah fawa>tih} al-suwa>r huruf-huruf pembuka surah dan beberapa pembicaraan tentang hakikat-hakikat surah al-Baqarah. Dalam penafsirannya itu, ia menempuh cara dialog secara terinci. Tampaknya hasil diktean itu mendapat sambutan yang luar biasa di berbagai negeri. Terbukti, dalam perjalanan yang kedua menu-ju Makkah, banyak tokoh yang dijumpainya menyatakan keinginannya untuk memperoleh karya tulisnya itu. Bahkan setelah tiba di Makkah, Amir Makkah yakni Ibnu Wahhas menyampaikan keinginannya, bahwa dirinya bermaksud mengunjungi al-ZamakhsharÄ« di Kharizm untuk memperoleh karya yang di-maksud. Semua itu menggugah al-Zamakh-sharÄ« untuk memulai menulis tafsirnya, ken- dati dalam bentuk yang lebih ringkas dari pada yang didiktekan al-Juwaini, ada tiga alasan yang melatarbelakangi cara penafsiran yang lebih ringkas itu. Pertama ia telah berumur 60 tahun lebih; Kedua, ia bermaksud menafsirkan kese-luruhan Alquran; dan ketiga, karya tulisnya sudah dinanti-nantikan oleh orang didukung lingkungan spiritual Makkah, al-ZamakhsharÄ« menyelesaikan pe-nulisan tafsirnya dalam tempo lebih dari 30 bulan. Kitab ini mulai ditulis pada tahun 526 H. Dalam salah satu naskah disebutkan bahwa penulisan karya diselesaikan pada pagi hari, Senin 23 Rabiâul Akhir 528 menjelaskan, bahwa al-ZamakhsharÄ« mencantumkan beberapa puisi A. Malik Madani, âAl-Kasysyaf Tafsir Muâtazilah Dalam Literatur Kaum Sunni,â Pesantren VIII, no. I 1991, 89. Al-Juwaini, Manhaj Al-Zamakhshari Fi> Tafsi>r Al-Quâra>n Wa Baya>n I'Jazih., 78. Al-Zamakhshari>, Al-Kashsha>f 'an H{aqa>'iq Al-Tanzi>l Wa 'Uyu>n Al-Aqa>wi>l Fi> Wuju>h Al-Ta'wi>l, 304. Metodologi dan Karakteristik Penafsiran dalam Tafsir Al-Kashsha, yaitu mufassir berusaha menjelaskan seluruh aspek yang dikandung oleh ayat-ayat Alquran. Kemudian mufassir mengikatkan diri pada sis-tematika tertib mush}afi> dalam menjelaskan surah dan ayat, secara seksama meneliti, me-nyingkap segi-segi munasabah dan meman-faatkan bantuan asba>b al-nuzu>lhadis-hadis Nabi, riwayat sahabat dan tabiâin. Terkadang dipadukan dengan hasil pikiran dan keahlian mufassir, dan terkadang dengan kupasan rumusan al-FarmawÄ« di atas, maka metode tafsir yang digunakan dalam tafsir al-KashshÄf adalah metode tahlili, Manhaj Al-Zamakhshari> Fi> Tafsi>r Al-Qurâa>n Wa Baya>n I'ja>zih, 79. Abdul Hayyi Al-Faramawi, Al-Bidayat Fi> Tafsi>r Al-Maudhuâi> Beiru>t 1977., 24. ZamakhsharÄ« dalam menafsirkan Alquran, dimana ketika menafsirkan, ia berusaha me-ngungkapkan seluruh pengertian yang dimak-sud hingga sampai pada yang ditujunya, dengan dukungan berbagai ilmu pengetahuan, seperti pengertian tentang nas Alquran, hadis, riwayat sahabat, dan tabiâin, pengetahuan tentang na>sikh mansukh, ilmu qira`ah, cerita israâiliyyat, ilmu us}u>l al-fiqh, ilmu balaghah serta rahasianya, ilmu bahasa dan sastra Arab, juga ilmu Kalam teologi. Kemudian Basuni Faudah mengkategori-kan tafsir al-KashshÄf ini ke dalam corak tafsir bi al-ra`y, di mana akal pikiran mempu-nyai nilai yang lebih dan dipertuankan. Dalam al-KashshÄf sendiri dipenuhi hadis-hadis sahih, al-ZamakhsharÄ« pun mengutip dari para sahabat dan tabiâin, tetapi tentunya tidak bertolak belakang dengan mazhabnya yang Iâtizal kenyataannya al-KashshÄf dikategori-kan sebagai tafsir yang bercorak tafsir bi al-ra`y, karena didasarkan pada alasan, bahwa tafsirnya merupakan tafsir ayat-ayat Alquran yang didasarkan pada ijtihad mufassirnya, dan menjadikan akal pikiran sebagai pendekatan utamanya. Kemudian Kamil Y. Advich membenarkan bahwa tafsir al-KashshÄf seba-gai kitab tafsir yang mewakili tafsir bi al-ra` pun menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan metode dan corak tafsir al-KashshÄf ini, yaitu 1. Dalam setiap penafsiran ayat-ayat Alquran, akal senantiasa didahulukan dan dikuasa-kan, begitu juga terhadap al-sunnah, al-ijmÄâ, dan al-qiyÄs. Akal bagi al-Zamakh-sharÄ« dijadikan alat ketika menafsirkan dan memalingkan nas dalam keadaan terbuka dan tergali, karena ia tidak menerima nas dengan makna zahirnya. Sebenarnya al-Faudah, Tafsir-Tafsir Alquran, 104. Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr Dalam Al-Quran Jakarta Bulan Bintang, 1991, 5. Advich Kamil Y., Meneropong Doktrin Islam, terjemahan Shonhadji Sholeh Bandung Al Maâarif, 1987, 88. Al-Juwaini>, Manhaj Al-Zamakhshari> Fi> Tafsi>r Al-Qurâa>n Wa Baya>n I'ja>zih, 92-159. Metodologi dan Karakteristik Penafsiran dalam Tafsir Al-Kashshasikh mansukh, bagi al-ZamakhsharÄ« merupakan kaidah tafsir yang boleh bahkan harus digunakan karena Allah menghapus satu syariat dengan syariat lain, dengan pertimbangan kemas-lahatan dan Dia Maha Mengetahui yang maslahat dan yang madharat. Jadi Dia menetapkan apa yang dikehendaki-Nya dan menghapus apa yang dikehendaki-Nya ka-rena ada hikmahnya. Dengan demikian, al-ZamakhsharÄ« menyan-darkan pada tafsir bi al-naqli, selama tidak bertentangan dengan Penggunaan prinsip-prinsip kebebasan a. Al-ZamakhsharÄ« sebagai seorang yang mahir dalam bahasa; b. Penafsirannya sesuai dengan alam piki-ran dan kondisi lingkungan orang Arab; Faudah, Tafsir-Tafsir Alquran, 104. c. Ia juga sebagai ahli bahasa yang memi-liki perasaan bahasa yang halus dan dalam. 5. Penggunaan kaidah-kaidah bahasa Arab nah}wu a. Sebagai seorang ahli nah}wu, ia sering kali memberikan penjelasan tentang hu-kum nah}wu dan latar belakang perbe-daan makna. Kemudian ia menjelaskan arah Alquran dari segi yang bisa mem-bantu dalam menafsirkan dan menyusun maknanya; b. Terkadang perhatiannya tertuju pada susunan makna dalam satu ayat, karena adanya hubungan makna secara keselu-ruhan dalam Alquran. 6. Penggunaan qira`ah-qira`ah dalam penaf-siran a. Ia menggunakan qira`ah dalam penaf-sirannya untuk mendapatkan kejelasan. Dan untuk memperkuat penafsirannya; b. Menjelaskan perbedaan antara qira`ah-qira`ah dari aspek bahasa, jika terjadi kondisi darurat; c. Menggunakan mana yang kuat dalam menyingkap kandungan Alquran, se-hingga qira`ah yang diutamakannya adalah qira`ah yang termashur dan bisa membantu dalam menafsirkan suatu ayat; d. Qira`ah yang diutamakannya yang mengandung keindahan dan kekuatan makna; e. Menurutnya bahwa pengetahuan qira`ah membutuhkan keahlian dalam bidang nah}wu. 7. Menafsirkan ayat-ayat ahkam dengan pandangan mazhab fikihnya. 8. Menafsirkan ayat-ayat Alquran dengan mengungkapkan nilai-nilai sastra yang ha-lus dan indah. a. Ia menghidupkan perasaan dan ruhnya di dalam memuji nas Alquran, sehingga terlihat batin dan hakikat maknanya; b. Terkadang ia mencantumkan syaâir yang mengandung makna ayat yang ditafsir-kannya. 9. Menurutnya Alquran adalah kitab agama dan dunia, sehingga Alquran tidak hanya Metodologi dan Karakteristik Penafsiran dalam Tafsir Al-Kashshan, ilmu Maâani>, serta keindahan-keindahan bahasa untuk menerangkan bahwa Alquran adalah kalam Ilahi yang tak dapat ditandingi oleh di atas, diperkuat oleh Kamil Y. Advich, bahwa keistimewaan tafsir ini ini adalah kebesaran pengarangnya, yang memi-liki hampir semua segi bahasa Arab, dan al-ZamakhsharÄ« telah membuktikan bahwa Alqu-ran itu unik dengan susunan gaya bahasa yang saling berkaitan. Demikianlah gambaran secara optimal tentang tafsir al-KashshÄf mengenai metode dan coraknya, sehingga dapat terlihat sisi-sisi keistimewaannya. b. Kekhususan Penafsiran Al-ZamakhsharÄ« Al-KashshÄf adalah tafsir yang paling terkenal di antara sekian banyak tafsir yang disusun oleh mufassir bi al-ra`y yang mahir dalam bidang bahasa. Al-AlĆ«sÄ«, AbÄ« Suâud, Al-NasafÄ«, dan para mufassir lainnya banyak menukil dari karya al-ZamakhsharÄ« ini, tetapi tanpa menyebutkan sumbernya. Paham kemuâtazilahan dalam tafsirnya telah diung-kapkan dan diteliti oleh Alamah Ah}mad al-Nayyir yang dituangkan dalam bukunya al-Intis}Äf. Dalam kitab ini al-Nayyir menyerang al-ZamakhsharÄ« dengan mendiskusikan masa-lah akidah mazhab Muâtazilah yang dikemu-kakannya, dan mengemukakan pandangan yang berlawanan dengannya, sebagaimana ia pun mendiskusikan pula masalah-masalah kebahasaan. Al-Maktabah al-Tijariyah Mesir menerbitkan al-KashshÄf cetakan terakhir yang diterbitkan oleh Mus}t}afa> H{usain Ah}mad, Al-Juwaini>, Manhaj Al-Zamakhshari> Fi> Tafsi>r Al-Qurâa>n Wa Baya>n I'ja>zih, 163-191. M. Hasybi Ash-Shiddieqi, Ilmu-Ilmu Al-Quran Jakarta Bulan Bintang, 1972, 246-247. dan diberi lampiran empat buah kitab, yaitu 1 al-Intis}Äfoleh al-Nayyir; 2 Ash-Sha>fiâÄ«fi> Takhri>j Ah}a>di>tth al-KashshÄf oleh al-H{a>fiz} Ibn H}ajar al-Asqalani>; 3 Ha>shiyah tafsi>r al-Kashsha>foleh Syaikh Muh}ammad Ulya>n al-Marzu>qi>; dan 4 Masha>hid al-Insha>f ala> Shawa>hid al-KashshÄf, juga oleh al-Marzu>qi>. Kitab terakhir ini menunjukkan bahwa tafsir al-ZamakhsharÄ« mengandung banyak akidah Muâ menafsirkan ayat-ayat Alquran berdasarkan ajaran-ajaran Muâtazilah, terutama yang berkenaan dengan lima prinsip, yaitu tauhid, keadilan, janji dan ancaman, tempat di antara dua tempat, dan amar maâru>fnahi dalam sebuah penafsiran tidak mesti diberi arti biasa melainkan harus di-ta`wilkan. Ia memberikan contoh, makna nad}i>rah dalam surah al-Qiya>mah yang tidak bisa diartikan melihat Tuhan, karena menurut paham Muâtazilah hal itu mustahil, lalu ia memberi arti âmengharapkanâ raja`. Satu kata menurutnya, adakalanya berarti sendirian majaz. Prinsip-prinsip al-ZamakhsharÄ« dalam menafsirkan Alquran sebagai berikut 1. Dalam penafsiran al-ZamakhsharÄ« senan-tiasa mendahulukan dan menguasakan akal; 2. Al-ZamakhsharÄ« mendahulukan dan mene-rapkan prinsip-prinsip Muâtazilah dalam menafsirkan Alquran; dan 3. Terkadang al-ZamakhsharÄ« menjadi mu-fassir naql. Seperti ketika menafsirkan Surah al-Baqarah ayat 26, ia menggunakan periwayatan. Selain itu terkadang menggu-nakan lafal qabla atau rawa>, ketika hendak menjelaskan asbÄb al-nuzĆ«l. 4. Al-ZamakhsharÄ« menggunakan prinsip-prinsip kebahasaan; 5. Al-ZamakhsharÄ« menggunakan kaidah-kaidah bahasa Arab; 6. Al-ZamakhsharÄ« juga menggunakan qira`ah-qira`ah dalam penafsiran; Al-Qat}t}a>n, Mabah}ith Fi> 'Ulu>m Al-Qur'a>n, 525. Aboebakar Aceh, Sejarah Filsafat Islam Solo Ramadhani, 1968, 72. Metodologi dan Karakteristik Penafsiran dalam Tafsir Al-Kashshar Al-KashshÄfTampaknya, tafsi>ral-KashshÄfmemiliki dua karakteristik dominan 1. Kental dengan Faham Mu'tazilah Karakteristik ini terlihat mulai dari pembentukan rasionalitas-metodologis penaf-siran hingga penerapannya dalam merasio-nalisasikan ayat-ayat Alquran untuk men-dukung doktrin-doktrin Mu'tazilah. Rumusan prinsip rasionalitas metodologisnya didasar-kan pada ayat 7 Surah An. Selanjutnya, dapat ditelusuri bahwa ayat-ayat muh}kamatitu adalah yang berada dalam kerangka doktrin-doktrin Mu'tazilah yang terhimpun dalam us}u>l al-khamsah, 1 Tauh}i>d, 2 Adl, 3 Wa'a>d-wa'i>d, 4 Manzilat bayn al-manzilatain, dan 5 Amar ma'ru>f nahy al-munkar. Sedang semua ayat yang zahirnya bertentangan dengan us}u>l al-khamsah itu maka termasuk dalam kategori mutasha>biha> untuk menopang rasionalisasinya ini, al-ZamakhsharÄ« sering memanfaatkan pengeta-huan bahasa, sastra, gramatika, bahkan qira'ah-nya. Penafsiran yang merupakan rasionalisasi ayat-ayat Alquran untuk mendukung doktrin-doktrin Mu'tazilah, di antaranya tentang a. Tentang Tauhid yang diradikalkan men-jadi nafy al-tajsi>m wa al-tashbi>h, nafy al-s}ifa>t, istih}a>lat ru'yatillah dan khalq al-Qurâa>n. Al-Juwaini>, Manhaj Al-Zamakhshari> Fi> Tafsi>r Al-Qurâa>n Wa Baya>n I'ja> Bandingkan dengan Al-Juwaini>, Manhaj Al-Zamakhshari> Fi> Tafsi>r Al-Qurâa>n Wa Baya>n I'ja>zih,108-109. b. Nafy al-tajsi>m wa al-tashbi>hc. Nafy al-s}ifa>tdalam hal ini qudrat dan ilmu yang merupakan Dzat-Nya, diung-kapkan dengan qa>dir li dha>tih dan 'a>lim li dha>tihd. Khalq al-Qurâa>n Ketika menemukan nas Alquran yang kontradiksi dengan prinsip-prinsip mazhab-nya, al-ZamakhsharÄ« akan mengusahakan penyesuaian antara keduanya, sekalipun untuk itu harus melakukan penyimpangan. Ini adalah salah satu prinsipnya dalam menafsirkan Alquran. Jika menjumpai sebuah ayat yang berlawanan dengan pandangan maz-habnya dan sebuah ayat lain yang menguatkan pandangan mazhabnya, ia katakan bahwa ayat yang pertama bersifat mutasha>bbihdan yang kedua muhkam, kemudian mentolak-ukurkan yang pertama pada yang Penuh dengan analisa bahasa, sastra dan gramatika Di sinilah, tampaknya posisi penting dari tafsir al-KashshÄf. Al-Dhahabi> menyebutnya qimah al-KashshÄf 'ilmiyyah. Dalam bidang Ma'a>ni al-Qurâa>n, al-ZamakhsharÄ« mengungkapkan ta'bir jama>lydengan porsi yang cukup banyak dari penggunaan 1 isim isha>rah, 2 Isim maus}u>l, 3 jumlah ismiyah, 4 taqdi>m al-khabar 'ala> al-mubtadaâ, 5 tathniyah, 6 ta'nith, 7 nisbah, 8 tanki>r, 9 id}ma>r, 10 fi'il, 11 ism fa>'il, 12 hadhf maf'u>l bih, 13 badl, 14 nidaâ, dan berbagai uslu>b, seperti 1 uslu>b al-ija>z, 2 uslu>b i-tikra>r, 3 uslu>b al-iltifa>t, 4 Al-Zamakhshari>, Al-Kashsha>f 'an H{aqa>'iq Al-Tanzi>l Wa 'Uyu>n Al-Aqa>wi>l Fi> Wuju>h Al-Ta'wi>l, Jilid II Mat}baâah Sharqiyyah, 20. Al-Zamakhshari>, Al-Kashsha>f 'an H{aqa>'iq Al-Tanzi>l Wa 'Uyu>n Al-Aqa>wi>l Fi> Wuju>h Al-Ta'wi>l, Jilid II, 383. Al-Zamakhshari>, Al-Kashsha>f 'an H{aqa>'iq Al-Tanzi>l Wa 'Uyu>n Al-Aqa>wi>l Fi> Wuju>h Al-Ta'wi>l, Jilid II, 239 Al-Zamakhshari>, Al-Kashsha>f 'an H{aqa>'iq Al-Tanzi>l Wa 'Uyu>n Al-Aqa>wi>l Fi> Wuju>h Al-Ta'wi>l, Jilid II, 40 dan 68. âAbd al-H{ali>m Mah}mu>d Muni, Mana>hij Al-Mufassiri>n Kairo Da>r al-Kita>b al-Mishri, 1978., 105. Lihat juga, Goldziher, Madha>hib Al-Tafsi>r.,140. Muhammad Husain Al-Dzahabi, Al-Tafsi>r Wa Al-Mufassiru>n 433. Metodologi dan Karakteristik Penafsiran dalam Tafsir Al-Kashshab al-was}l wa al-isti'na>f, 5 i'tira>d} dan istifham taqri>ri>, dan lain-lain. Dalam bidang Baya>n al-Qurâa>n, al-ZamakhsharÄ« menunjukkan penggunaan 1 isti'arah, 2 maja>z, 3 kina>yah, 4 ta'rid}, 5 tamthil dan takhyil, dan lain-lain. Dalam bidang Badi>' al-Qurâan, al-Zamakh-sharÄ« mengungkapkan keindahan pemakaian 1 Jina>s, 2 musha>kalah, 3 uslu>b al-liff, dan Referensi Al-ZamakhsharÄ« dalam Tafsi>r Al- Kashsha>fa. Tafsir Tafsi>r Mujahid w. 103/104 H., tafsi>r Amr bin Ubaid al-Mu'tazili> w. 144 H., Abu Bakr al-As}amm al-Mu'tazili> w. 235 H., tafsi>r al-Zujaj w. 311 H., tafsi>r al-Rumma>ni> w. 384 H.. b. Hadis Muslim dan lain-lain tidak jelas c. Qira'at Mus}h}afAbdullah bin Mas'ud, mus}h}af al-H{arth ibn Suwaid, mus}h}af Ubai, mus}h}af - mus}h}afHijaz dan Sham, dll. d. Bahasa dan Nah}wu Kita>b Sibawaih, Isla>h} al-Mant}i>qIbn Siki>t, w. 244 H., al-Ka>milMubarrad, w. 285 H., al-Kita>b al-Mutammim fi> al-Khat} wa al-Hijra'i> Abdullah bin Dursitawaih, w. 347 H., al-H{ujjah dan al-JalabiyyahAbu> Ali> al-Farisi>, w. 377 H., al-Tama>m dan al-Muh}tasibIbn Jinni w. 393 H., al-Tibya>nAbu> al-Fath al-H{amda>ni>. e. Sastra Al-H{ayawa>n al-Ja>hiz}, HamasahAbu> tamam, Istaghfir wa istaghfiriAbu> al-Ulan al-Ma'ri>, Nawa>bigh al-Kalim, al-Nas}a>'ih al-S{igha>r dan Sha>fi al-'Ay min Kala>m al-Sya>fi'i> al-ZamakhsharÄ«. Lihat contoh-contoh dalam Al-Juwaini>, Manhaj Al-Zamakhshari> Fi> Tafsi>r Al-Qurâa>n Wa Baya>n I'ja>zih, 219-261. f. Nasihat dan cerita beberapa buku nasihat dan tasawuf seperti Shahr bin H{aushab, Rabi'ah, T{awus, Ma>lik bin SIMPULAN Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut 1. Doktrin-doktrin Mu'tazilah mempengaruhi al-ZamakhsharÄ« dalam tafsirnya a. Al-ZamakhsharÄ« mentaâwilkan ayat-ayat Alquran sesuai dengan mazhab H{anafi>, dan akidah Muâtazilah yang dianutnya, dengan cara yang hanya diketahui oleh orang yang ahli dan menamakan kaum Muâtazilah sebagai âSaudara seagama dan golongan utama yang selamat dan adilâ; b. Al-ZamakhsharÄ« berusaha memagari ayat-ayat agar sesuai dengan paham Muâtazilah, di antaranya; 1 Merubah makna ayat ke dalam makna lain; dan 2 Al-ZamakhsharÄ« mendahulukan dan menerapkan prinsip-prinsip muâtazilah dalam menafsirkan Alquran, terlihat ketika posisinya sebagai mufassir, me-mandang Alquran secara umum, ia men-jadikan ayat-ayat yang jelas mendukung mazhabnya muâtazilah sebagai muh-kama>t, sebaliknya jika ia menemukan ayat-ayat yang jelas bertentangan, maka dianggapnya sebagai mutasha>biha>t; dan 3 Al-ZamakhsharÄ« menafsirkan ayat-ayat Alquran berdasarkan ajaran-ajaran Muâtazilah, terutama yang berkenaan dengan lima prinsip, yaitu tauhid, keadilan, janji dan ancaman, tempat di antara dua tempat, dan Amar maâru>f nahy al-munkar. c. Ditinjau dari visi agama, kefanatikan al-ZamakhsharÄ« terhadap mazhabnya, belum sampai pada tahap penyimpangan, karena ia masih berpegang teguh pada sumber ajaran Islam yaitu Alquran dan hadis, bahkan tafsir al-KashshÄf sangat berjasa Lihat bukti penyebutannya dalam al-Kashsha>f, Al-Juwaini>, Manhaj Al-Zamakhshari> Fi> Tafsi>r Al-Qurâa>n Wa Baya>n I'ja>zih, 80-92. Metodologi dan Karakteristik Penafsiran dalam Tafsir Al-Kashsha; dan 2 Corak penafsirannya yaitu bi al-raây; b. Dalam metodenya, ia memfungsikan akal dalam tafsir, sehingga makna-makna Alquran seluruhnya berkaitan, tidak bertentangan satu sama lainnya; c. Dalam metodenya, ia merubah nas ke dalam makna-makna yang berbeda, dengan menggunakan dalil-dalil Alquran dan akal yang selalu menyertainya, teru-tama dalam mengambil istinbat} hukum fikih; d. Dalam setiap penafsiran ayat-ayat Alquran, akal senantiasa didahulukan dan dikuasakan, begitu juga terhadap al-sunnah, al-ijma>â, dan al-qiya>s. Akal bagi al-ZamakhsharÄ« dijadikan alat ketika menafsirkan dan memalingkan nas da-lam keadaan terbuka dan tergali, karena ia tidak menerima nas dengan makna zahirnya; e. Al-ZamakhsharÄ« terkadang menjadi mufassir naql, dalam tafsirnya terkadang ia menggunakan asbÄb al-nuzĆ«l, muna>-sabah musnaddan riwayat yang sampai pada sahabat. Dalam hal na>sikh man-sukh, bagi al-ZamakhsharÄ« merupakan kaidah tafsir yang boleh bahkan harus digunakan karena Allah menghapus satu syariat dengan syariat lain, dengan per-timbangan kemaslahatan dan Dia Maha Mengetahui yang maslahat dan yang madharat. Jadi Dia menetapkan apa yang dikehendaki-Nya dan menghapus apa yang dikehendaki-Nya karena ada hikmahnya; f. Penggunaan prinsip-prinsip kebebasan; g. Penggunaan kaidah-kaidah bahasa Arab nah}wu; h. Penggunaan qira`ah-qira`ah dalam pe-nafsiran; i. Menafsirkan ayat-ayat ahkam dengan pandangan mazhab fikihnya; j. Menafsirkan ayat-ayat Alquran dengan mengungkapkan nilai-nilai sastra yang halus dan indah; dan k. Tampaknya, tafsir al-KashshÄf memiliki dua karakteristik dominan 1Kental dengan paham Mu'tazilah; dan 2 Penuh dengan analisa bahasa, sastra dan gramatika. Demikian beberapa kesimpulan yang dapat penulis kemukakan dalam kajian ini. DAFTAR PUSTAKA Aceh, Aboebakar. Sejarah Filsafat Islam. Solo Ramadhani, 1968. Al-Dzahabi, Muhammad Husain. Al-Tafsi>r Wa Al-Mufassiru>n. Al-Dzahabi, Muhammad Husein. Penyimpangan-Penyimpangan Dalam Penafsiran Al-Quran. Translated by Hamim Ilyas dan Machnun Husein. Rajawali, 1991. Al-Faramawi, Abdul Hayyi. Al-Bidayat Fi> Tafsi>r Al-Maud}u>âi>. Beiru>t 1977. Ali, K. A Study of Islamic History. Translated by Adang Affandi. Bina Cipta, 1995. Al-Juwaini, Mustafa al-S{a>wi>. Manhaj Al-Zamakhshari Fi> Tafsi>r Al-Quâra>n Wa Baya>n I'Jazih. Kairo Da>r al-Fikr, 1968. Al-Juwaini>, Mustafa al-S{a>wi>. Manhaj Al-Zamakhshari> Fi> Tafsi>r Al-Qurâa>n Wa Baya>n I'ja>zih. Jakarta Dinamika Barkah Utama, Al-Qat}t}a>n, Manna`â Khali>l. Mabah}ith Fi> 'Ulu>m Al-Qur'a>n. Beirut 1973. Al-Zamakhshari>. Al-Kashsha>f 'an H{aqa>âiq Al-Tanzi>l Wa 'Uyu>n Al-Aqa>wi>l Fi> Wuju>h Al-Ta'wi>l. Cet. I. Jilid I. Mat}baâah Sharqiyyah, âââ. Al-Kashsha>f 'an H{aqa>'iq Al-Tanzi>l Wa 'Uyu>n Al-Aqa>wi>l Fi> Wuju>h Al-Ta'wi>l. Jilid II. Mat}baâah Sharqiyyah, Ash-Shiddieqi, M. Hasybi. Ilmu-Ilmu Al-Quran. Jakarta Bulan Bintang, 1972. Cawidu, Harifuddin. Konsep Kufr Dalam Al-Quran. Jakarta Bulan Bintang, 1991. Faudah, Mahmud Basuni. Tafsir-Tafsir Metodologi dan Karakteristik Penafsiran dalam Tafsir Al-Kashshahib Al-Tafsi>r. Translated by Hali>m Al-Najjar. Da>r Iqraâ, 1982. H{asan, H{asan Ibrahi>m. Ta>ri>kh Al-Isla>m Al-Siya>si> Wa Al-Di>ni> Wa Ath-Thaqafi> Wa Al-Ijtima>âi>. Vol. IV. Mesir Maktabah al-Nahd}ah al-Mis}riyyah, 1967. Madani, A. Malik. âAl-Kasysyaf Tafsir Muâtazilah Dalam Literatur Kaum Sunni.â Pesantren VIII, no. I 1991. Muni, âAbd al-H{ali>m Mah}mu>d. Mana>hij Al-Mufassiri>n. Kairo Da>r al-Kita>b al-Mishri, 1978. Muzaffaruddin, Nadvi. Pemikiran Muslim Dan Sumbernya. Bandung Pustaka, 1984. Y., Advich Kamil. Meneropong Doktrin Islam. Translated by Shonhadji Sholeh. Bandung Al Maâarif, 1987. ... Tafir tematik ini menjadi sebuah proses perkembangan pendekatan, paradigma dan metodologi keilmuan tafsir dari zaman ke zaman akan adanya diferensiasi langkah interpretasi al-Qur'an. Perkembangan penafsiran ini berkembang pada masa abad 19 Nursidik & Maulana, 2021;Solahudin, 2016. Penulis melihat bahwa ada beberapa pendapat terkait perkembangan metode tematik dalam interpretasi al-Qur'an. ...Adi Pratama AwadinAsep Taopik HidayahMetode maudhuâi tematik dalam penafsiran Al-Qurâan saat ini dipandang sebagai metode tafsir terbaik untuk menjawab tantangan zaman dengan berbagai persoalan yang semakin kompleks. Diantara bukti nyatanya adalah merebaknya karya tulis berupa metode tafsir tematik saat ini, baik yang ditulis secara individual maupun secara berkelompok dalam sebuah tim. Melihat antusiasme yang sangat tinggi terhadap metode tafsir maudhuâi ini, peneliti memandang perlu untuk mengkaji lebih dalam akan hakikat dan urgensi metode tafsir maudhuâi tersebut. Riset ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan metode maudhuâi dari beberapa aspek penting mulai dari historis, dasar dan urgensi, prosedur hingga kelebihan dan kekurangannya. Penelitian ini bersifat kualitatif, menggunakan metode studi kepustakaan library research dan pendekatan deskriftif-analitik. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara historis pondasi metode maudhuâi ini telah muncul dari zaman Nabi saw, namun secara sitematis digagas pertama kali oleh para peneliti di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir di Fakultas Teologi pada abad ke 14 H/20 M. Adapun dasar dan ugensi metode maudhuâi ini adalah bermula pada era Nabi Muhammad Saw untuk menjawab persoalan yang terjadi ketika sahabat bertanya mengenai suatu perkara, Kemudian prosedur yang harus ditempuh pada tafsir tematik ini dimulai dari memilih judul, menentukan ayat, menyusun ayat, mempelajari penafsiran ayat, memahami makna ayat, menyampaikan ide bahasan, memperhatikan metodologi, dan mempunyai tujuan yang jelas. Terdapat banyak kelebihan dari metode maudhui ini diantaranya bersifat praktis, sistematis, dinamis, efektif, efisien, dan dapat menjawab tantangan zaman kontemporer. Adapun kekurangannya yakni membatasi pemahaman ayat dan mempartisi pembahasan ayat yang bersanding dengan tema lainnya.... Kedua, tafsir pada masa tabiin yang titik perkembangannya ditandai dengan berdirinya madrasah-madrasah tafsir Al-Qur'an di beberapa wilayah. Ketiga, tafsir pada masa pembukuan yang titik perkembangannya ditandai dengan masuknya cerita-cerita israiliyat yang merupakan pijakan lahirnya tafsir bermazhab dirayah Solahudin, 2016. ...Akhdiat AkhdiatAbdul KholiqPenafsiran Al-Qurâan telah dimulai sejak masa Nabi Muhammad SAW sampai dengan sekarang ini. Suatu produk penafsiran yang muncul dari masa Nabi SAW sampai sekarang tentulah berbeda, baik dari metode maupun kesimpulan yang dihasilkan. Hal itu terjadi karena kebutuhan suatu penafsiran setiap masa selalu berbeda-beda. Di samping itu munculnya anggapan bahwa produk tafsiran lama tidak lagi mampu menjawab tantangan zaman akan setiap permasalahan manusia. Maka karena itu, dari empat metode yang sudah disimpulkan oleh Al-Farmawi, yaitu ijmÄli, taáž„lÄ«li, muqÄran, dan metode mauážĆ«âi, penulis mencoba untuk membahas metode ijmÄli. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk membahas kemunculan tafsir ijmÄli, dasar dan urgensi tafsir ijmÄli, langkah-langkah tafsir ijmÄli dan kelebihan serta kekurangan tafsir ijmÄli. Adapun metode yang digunakan adalah metode kualitatif berbasis library research dengan pendekatan analisis-deskriptif. Berdasarkan metode tersebut, artikel ini menemukan hasil bahwa metode ijmÄli muncul pertama kali pada masa Nabi SAW. Tafsir ijmÄli adalah metode penafsiran Al-Qurâan dengan penjelasan singkat, global dan tidak panjang lebar. Dan metode ini sangat cocok untuk digunakan bagi pemula dan orang awam dalam memahami Al-Qurâan. Adapun langkah-langkahnya adalah menguraikan ayat secara sistematika Al-Qurâan, menjelaskan secara umum serta makna mufradatnya, berdasarkan kaidah-kaidah bahasa Arab, dan bahasa yang digunakan mengupayakan pemilihan diksi yang mirip dengan lafadz yang digunakan oleh Al-Qurâan. Di samping itu metode ijmÄli memiliki kelebihan jelas dan mudah dipahami, terbebas dari penafsiran israiliyat dan dekat dengan bahasa Al-Qurâan. Sedangkan kekurangannya adalah petunjuk Al-Qurâan yang tidak utuh/parsial dan penafsiran dangkal atau tidak ZulaihaBahasan kenabian dalam Islam adalah jantung bagi pemahaman ajaran agama Islam lainnya. Wacana tentang kenabian biasanya menjadi pembahasan pada kajian filsafat. Padahal wacana ini juga bisa didekati dengan dengan kajian ayat ayat Alquran dan hadis. Jika filsafat kenabian membahas masalah ini dengan sangat kritis dari sisi epistemologisnya, maka dalam Alquran pembahasan tentang kenabian lebih pada persoalan istilah yang digunakan juga misi kenabian yang dibawa oleh masing-masing nabi dan rasul tersebut. Kenabian dalam Alquran menggunakan istilah nabi dan Rasul. Istilah Nabi berkaitan dengan kata nabaâ yang maknanya berita, kabar, warta atau cerita. Sedangkan Rasul, secara harfiah berarti pesuruh atau diutus. Kata jamaknya adalah rusul. Alquran sering pula menyebut para rasul itu dengan istilah al-mursalin, yaitu mereka yang para ulama ada pada seputar pembahasan nabi dan rasul, jumlah mereka dan persamaan atau keunggulan para nabiAji FatahilahAhmad IzzanErni IsnaeniahPenelitian ini mengkaji penafsiran Ali al-Shabuni tentang ruâyatullah dan sifat-sifat Allah yang dianggap anthrofomorphisme. Tujuan penelitian ini yaitu, untuk mengetahui kecenderungan Ali al-Shabuni dalam menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan wacana teologi, terutama tentang ruâyatullah dan anthrofomorphisme serta perbuatan Tuhan afal Allah dan manusia. Metode yang digunakan ialah deskriptif-analitis. Sumber primernya yaitu kitab Shafwah al-TafĂąsĂźr karya Ali al-Shabuni. Penelitian ini menemukan bahwa ketika Ali al-Shabuni menafsirkan tentang ruâyatullah dalam surat al-Qiyamah [75] 22-23, ia sepaham dengan teologi ahlu al sunnah yang berpendapat bahwa Tuhan bisa dilihat di akhirat kelak. Dalam menafsirkan surat an-Nisa [4] 164 tentang Allah berbicara dengan Musa, ia pun cenderung dengan teologi Asyâari, bahwasannya Allah berbicara dengan Musa secara langsung. Demikian pula ketika menafsirkan masalah anthropomorfhisme dalam surat as-Sajdah [32] 4, Ali al-Shabuni sepaham dengan teologi Asyâari. Dalam menafsirkan kata ŰšÙÙÙŰŻÙÙÙÙ pada surat Shaad [38] 75, cenderung berwarna ahlu al-sunnah karena dalam memahami ayat seperti ini ahlu al-sunnah menggunakan dua metode, yaitu tafwidh dan takwil. Demikian pula ketika memahami perbuatan Tuhan dan manusia yaitu surat al-Saffat [37] 96, sepaham dengan teologi Asyâari yang mengatakan bahwa Allah yang menciptakan kalian dan perbuatan kalian. Secara umum, dalam menafsirkan ayat-ayat teologi cenderung mengikuti teologi ahlussunnah Asyâ Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 1 Januari 2016 116-126 126Abd al-H{ ali> m Mah} mu> d. Mana> hij Al- Mufassiri> n. Kairo Da> r al-Kita> b al-MishriMuniMuni, 'Abd al-H{ ali> m Mah} mu> d. Mana> hij Al- Mufassiri> n. Kairo Da> r al-Kita> b al-Mishri, r Wa Al-Mufassiru> nMuhammad Al-DzahabiHusainAl-Dzahabi, Muhammad Husain. Al-Tafsi> r Wa Al-Mufassiru> n. Al- Zamakhshari Fi> Tafsi> r Al-Qu'ra> n Wa Baya> n I'Jazih. Kairo Da> r al-FikrMustafa Al-JuwainiAl-Juwaini, Mustafa al-S{ a> wi>. Manhaj Al- Zamakhshari Fi> Tafsi> r Al-Qu'ra> n Wa Baya> n I'Jazih. Kairo Da> r al-Fikr, Tafsir Mu'tazilah Dalam Literatur Kaum SunniA MadaniMalikMadani, A. Malik. "Al-Kasysyaf Tafsir Mu'tazilah Dalam Literatur Kaum Sunni." Pesantren VIII, no. I 1991.WawasanWawasan Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 1 Januari 2016 116-126 DAFTAR PUSTAKA Aceh, Aboebakar. Sejarah Filsafat Islam. Solo Ramadhani, Dalam Penafsiran Al-Quran. Translated by Hamim Ilyas dan Machnun Husein. RajawaliMuhammad Al-DzahabiHuseinAl-Dzahabi, Muhammad Husein. Penyimpangan-Penyimpangan Dalam Penafsiran Al-Quran. Translated by Hamim Ilyas dan Machnun Husein. Rajawali, Fi> Tafsi> r Al-Maud} u> 'i>Abdul Al-FaramawiHayyiAl-Faramawi, Abdul Hayyi. Al-Bidayat Fi> Tafsi> r Al-Maud} u> 'i>. Beiru> t n Al-Aqa> wi> l Fi> Wuju> h Al-Ta'wi> l, Jilid II, 383. 32 Al-Zamakhshari> , Al-Kashsha> f 'an H{ aqa> 'iqWaWa 'Uyu> n Al-Aqa> wi> l Fi> Wuju> h Al-Ta'wi> l, Jilid II, 383. 32 Al-Zamakhshari>, Al-Kashsha> f 'an H{ aqa> 'iqTafsir-Tafsir Muhammad Solahudin Metodologi dan Karakteristik Penafsiran dalam Tafsi r Al-Kashsha r Al-Kashsha< f
Abstract Muhammad Quraish Shihab dalam kajian tajsir al-Qur'an di Indonesia saat ini merupakan sosok yang fenomenal. Beliau merupakan salah seorang ulama terkemuka Indonesia yang mengkhususkan diri pada kajian ilmu-ilmu al-Qur'an dan tafsir. Danri tangannya telah lahir puluhan artikel, buku, yang semuanya bersentuhan dengan kajian al-Qur' satu gagasannya yang cukup brilian adalah pengembangan metode tafsir maudhu'i dalam kajian tafsir al-Qur'an, sebuah metode yang tergolong baru dimana sebelumnya ulama-ulama tafsir dalam kajian al-Qur'an lebih banyak menggunakan metode tahlili. Quraish dengan kepiawaiannya berusaha mengembangkan metode tersebut dan secara apik ia aplikasikan dalam bukunya "Wawasan al-Qur'an Metode maudhu'i atas pelbagai persoalan umat".Buku ini berisi bimbingan normatif teologis yang diperuntukan bagi pembaca untuk bisa berdialog dan berkonsultasi dengan al-Qur'an sesuai dengan problem dan kebutuhannya. Dengan bahasa kiasan Quraish Shihab dalam buku ini ingin menjamu tamu-tamunya dengan sederet kotak makanan yang masingÂmasing sudah ada jenis masakannya agar sang tamu lebih mudah dan lebih cepat untuk mencicipi dan menyantapnya. Inilah yang olehnya merupakan gambaran dari metode tafsir maudhu'i.
ï»żMAKALAH METODE DAN CORAK TAFSIR AL-QUR'AN TAHLILI, IJMALI, MUQARAN, DAN MAUDHUIMAKALAH METODE DAN CORAK TAFSIR AL-QUR'AN TAHLILI, IJMALI, MUQARAN, DAN MAUDHUIDalam menafsirkan al-Qurâan, pada mulanya berdasarkan sumber dari penafsiran Rasululullah SAW., penafsiran-penafsiran sahabat-sahabat, serta penafsiran tabiâin yang disebut TafsÄ«r bi al-Ma`tsur, kemudian muncul penafsiran yang diakibatkan oleh perkembangan zaman dengan menggunakan ijtihad atau yang disebut dengan TafsÄ«r bi al-Raâyu. Pada mulanya usaha penafsiran al-Qurâan berdasarkan ijtihad masih sangat terbatas dan terikat dengan kaidah-kaidah bahasa serta arti-arti yang dikandung oleh satu kosakata. Namun sejalan dengan perkembangan masyarakat, berkembang dan bertambah besar pula porsi peranan akal atau ijtihad dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qurâan, sehingga bermunculanlah berbagai kitab atau penafsiran yang beraneka ragam coraknya.
metode dan corak tafsir